Ilustrasi kilang minyak di tengah laut. Foto: ShutterstockHarga minyak dunia melonjak tajam usai serangan Israel ke Iran pada penutupan harga Jumat (13/6), memicu kekhawatiran terhadap pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah.Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) menilai lonjakan ini akan berdampak langsung ke sektor migas nasional dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).“Ya, melonjak memang kalau ada perang itu dampaknya seperti itu. Apalagi nih, kita bicara Timur Tengah ya. Karena salah satu produsen terbesar kan memang Timur Tengah, gitu kan,” kata Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, kepada kumparan, Sabtu (14/6).Menurutnya, dampak langsung dirasakan karena Indonesia masih bergantung pada impor minyak mentah dan BBM.“Kita akan beli minyak mentah itu kan berdasarkan harga pasar ya. Karena memang harga pasar, jadi ya pasti akan ada dampaknya. Jadi, itu akan berpengaruh juga ke APBN kita,” jelas Moshe.Pada penutupan harga Jumat (14/6), harga minyak mentah Brent sempat menyentuh USD 78,50 per barel dalam perdagangan intraday tertinggi sejak Januari 2025 sebelum akhirnya menetap di USD 74,23 per barel.Sementara minyak mentah WTI ditutup pada USD 72,98 per barel, setelah sempat melonjak ke USD 77,62. Keduanya mencatat kenaikan lebih dari 7 persen hanya dalam satu hari, dengan volatilitas harian terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.Moshe menambahkan, kenaikan ini bisa memperburuk tekanan terhadap fiskal negara jika tidak diantisipasi sejak dini.“APBN kita tergerus, karena harga tiba-tiba melonjak di atas (USD) 90.00, bisa aja kan. Sudah pernah terjadi pula juga, gitu. Jadi, ya itu ya, pemerintah harus sudah bisa siap, ya,” ucapnya.Untuk itu, Rizal menyarankan pemerintah mengambil langkah mitigasi melalui pengelolaan fiskal yang hati-hati dan dikelola secara prudent. Kata dia, lonjakan harga ini menambah panjang daftar ketidakpastian global yang harus diantisipasi RI.