Menyelami Budaya Nusantara Lewat 9 Buku Kearifan Lokal di Perpusnas

Wait 5 sec.

Sekretaris Utama Perpusnas Joko Santoso memberikan arahannya dalam acara peluncuran buku ILPN 2024 dan ILPN 2025 yang diselenggarakan secara hibrida pada Senin (16/6/3035). (ANTARA)JAKARTA - Buku adalah jendela pengetahuan sekaligus cermin dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Ketika kearifan lokal dituangkan dalam bentuk tulisan, ia tidak hanya menjadi media dokumentasi budaya, tetapi juga menjadi warisan intelektual yang bisa diwariskan lintas generasi.Melalui buku, masyarakat dapat merefleksikan kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur dari berbagai daerah di Indonesia, memperkuat identitas nasional sekaligus memperkaya literasi bangsa.Dalam semangat tersebut, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) meluncurkan sembilan buku bertema “Kearifan Lokal untuk Warisan Masa Depan”, sebagai bagian dari program Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN). Peluncuran ini menjadi momentum penting untuk mendorong pemahaman yang lebih dalam mengenai budaya lokal melalui karya literasi.“Penulis memegang peranan penting sebagai motor penggerak diskusi yang reflektif dan mendalam, sekaligus sebagai agen pembentuk budaya literasi,” ujar Sekretaris Utama Perpusnas, Joko Santoso, dalam peluncuran buku ILPN 2024 dan ILPN 2025 seperti dikutip ANTARA.ILPN sendiri merupakan inisiatif dari Sub Kelompok Penerbitan Perpusnas melalui Perpusnas Press. Untuk tahun ini, program ini mengangkat tema "Menulis Demi Generasi Literat", dengan tujuan menjaring kontribusi penulis dari berbagai daerah untuk memperkaya literasi berbasis lokal.Fokus ILPN 2025 adalah mendokumentasikan dan menelaah praktik peningkatan literasi di empat kota, yakni Medan, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya.Kesembilan buku yang diluncurkan merupakan hasil dari proses penulisan di sembilan wilayah berbeda. Judul-judul tersebut antara lain Cerita yang Menyatukan dari Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Pesona Jawa Timur dari provinsi Jawa Timur, serta Jejak Budaya Dayak: Warisan Leluhur Kalimantan Tengah dari Kalimantan Tengah.Selain itu, ada pula karya bertajuk Merawat Identitas: Kearifan Lokal dari Tanah Aceh, Bung Karno dan Blitar, Merekam Jejak Literasi Kutai Kartanegara, Potret Kearifan Lokal Bengkulu, Mengakar di Kuningan: Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal, dan Jejak Warisan di Tanah Banten.Buku-buku ini ditulis oleh beragam penulis dari latar belakang yang beragam, mulai dari pelajar, pustakawan, hingga penulis lokal, dan tersedia secara digital di situs resmi Perpusnas Press (press.perpusnas.go.id).Joko menambahkan bahwa kegiatan menulis tidak bisa dilepaskan dari aktivitas membaca. Menurutnya, menulis bukan hanya bentuk ekspresi personal, melainkan juga sarana membangun dialog intelektual, merangsang pemikiran kritis, dan memperdalam pemahaman terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya.Senada dengan itu, Lydia Christiani, dosen Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Diponegoro, mengutip pemikiran Blasius Sudarsono mengenai pentingnya keseimbangan antara kemampuan teknis dan semangat pustakawan dalam menjalankan peran mereka.Ketidakseimbangan itu, menurutnya, bisa menjadikan pustakawan sekadar pelaksana teknis tanpa ruh kepustakawanan, yang ia istilahkan sebagai "pustakawan zombi".Lydia mengajak untuk memperluas pemahaman mengenai profesi pustakawan yang tidak hanya terbatas pada pengelolaan koleksi dan sistem informasi, tetapi juga sebagai penjaga nalar publik dan fasilitator akses informasi yang berdaya guna.