Gubernur Bali Intensifkan Pengawasan Penggunaan Tas Kresek di Pasar

Wait 5 sec.

Gubernur Bali Wayan Koster bersama Tim PSP dan PSBS membahas pengawasan penanganan sampah plastik tas kresek di pasar tradisional di Denpasar, Rabu 11/6/2025. ANTARA/HO-Pemprov BaliDENPASAR - Gubernur Bali Wayan Koster mengintensifkan pengawasan penggunaan tas kresek di pasar tradisional dengan mengandalkan Tim Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai (PSP) dan pengelolaan sampah berbasis sumber (PSBS).Koster mengatakan sejak awal berlakunya Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 cukup berhasil terimplementasi di pasar modern, mal, hotel dan rumah makan, namun belum terimplementasi dengan baik di pasar tradisional.Untuk itu, ia ingin mengintensifkan pengawasan penggunaan tas kresek, sedotan, dan minuman kemasan plastik yang masih banyak dijumpai dan digunakan di pasar tradisional.“Di pasar tradisional saya lihat menurun komitmennya, makin banyak yang pakai tas kresek, kita harus intensifkan pengawasan, kita harus kerja keras, dalam pembatasan penggunaan plastik sekali pakai ini kita harus tegas tidak ada kompromi lagi,” kata dia.Pemprov Bali ingin penegakan ini dimulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten hingga provinsi, dan Tim PSP serta PSBS yang terdiri atas 11 orang kelompok kerja dan 12 sektor yang dikomandani oleh 10 organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Bali sebagai subkoordinator.Tim ini diminta bekerja keras menyusun peta jalan pelaksanaan program dan melaporkan perkembangan hasil yang diharapkan setiap bulannya.“Seluruh tim yang terlibat bergerak cepat, buat tahapan pencapaian tiap bulannya dan tolak ukurnya, segera bersinergi, bekerja nyata sehingga kelihatan hasilnya, sampah di Bali tertanggulangi dengan baik dan Bali jadi bersih indah,” ujar Koster.Luh Riniti Rahayu selaku koordinator tim mengatakan baik pedagang maupun pembeli di pasar tradisional memang masih menggunakan tas kresek untuk membungkus maupun membawa barang belanjaan.Dalam laporan hasil kajian Tim PSP dan PSBS juga disampaikan bahwa timbulan harian sampah mencapai 3.436 ton dimana 64,86 persen organik dan 17,25 persen plastik.“Kesadaran masyarakat terhadap pemilahan sampah dari sumber juga masih rendah dan masih kurangnya kepedulian dan pemahaman aparat desa akan pergub sehingga menjadi penyebab belum optimalnya implementasi pergub di lapangan,“ kata dia.Dari 716 desa/kelurahan hanya ada 290 desa yang mempunyai Tempat Pengolahan Sampah, Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R) atau 426 desa/kelurahan yang tidak mempunyai TPS3R, ditambah dari 290 TPS3R yang ada, 90 persen masih bermasalah dalam hal kapasitas, tata Kelola, SDM dan anggaran.