Spesies katak pohon baru endemik Sulawesi, Rhacophorus boeadii. ANTARA/HO-BRINJAKARTA - Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengidentifikasi spesies katak pohon baru yang endemik dari Pulau Sulawesi. Katak tersebut ditemukan di dua lokasi berbeda, yakni Gunung Katopasa, Sulawesi Tengah dan Gunung Gandang Dewata, Sulawesi Barat. Spesies ini diberi nama Rhacophorus boeadii, sebagai bentuk penghormatan kepada mendiang Drs Boeadi, seorang naturalis dan ilmuwan senior dari Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), yang telah berjasa dalam pengembangan ilmu zoologi dan konservasi satwa amfibi di Indonesia. “Katak ini berukuran sedang. Jantan memiliki panjang tubuh sekitar 40–45 milimeter, sedangkan betina bisa mencapai 48–54 milimeter,” ujar Peneliti Herpetologi BRIN Amir Hamidy dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Antara, Rabu, 11 Juni. Selain ukurannya, Amir menjelaskan bahwa spesies ini memiliki ciri khas berupa moncong jantan yang miring, kulit punggung yang kasar dengan bintik putih, serta pola bercak putih di sisi tubuh. Penetapan katak ini sebagai spesies baru dilakukan setelah melalui rangkaian analisis menyeluruh, termasuk morfologi, genetika, dan suara panggilan jantan. “Analisis kami menunjukkan bahwa katak ini merupakan spesies yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya,” kata Amir. Ia menyebut penemuan ini menjadi bukti kekayaan biodiversitas Pulau Sulawesi, yang termasuk dalam kawasan Wallacea—wilayah yang dikenal dengan tingkat endemisme tinggi, terutama pada kelompok amfibi. Namun di balik rasa bangga itu, Amir juga menyampaikan keprihatinan. Pasalnya, habitat alami katak ini berada di hutan dataran tinggi yang rentan terhadap kerusakan akibat deforestasi dan perubahan iklim. “Kami khawatir karena habitatnya sangat terspesialisasi dan kini berada di bawah tekanan. Jika tidak dijaga, spesies baru ini bisa langsung terancam,” ujarnya. Seruan untuk Melindungi Habitat EndemikDengan ditemukannya Rhacophorus boeadii, Amir berharap semua pihak—baik pemerintah, masyarakat, hingga komunitas ilmiah—dapat meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dan spesies endemik Indonesia. “Pelestarian habitat menjadi kunci utama agar kekayaan hayati seperti ini tidak hilang sebelum kita benar-benar mengenalnya,” ujar Amir. Temuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Zootaxa (Vol. 5569, No. 2: 201–230), dan menjadi referensi penting dalam studi taksonomi serta konservasi keanekaragaman hayati Indonesia.