LPSK Minta KUHAP Atur Ulang Restitusi: Pelaku Tak Bayar, Ada Hukuman Pengganti

Wait 5 sec.

Ketua LPSK Brigjen Pol (Purn) Achmadi menghadiri rapat dengar pendapat (RPD) dengan Komisi III terkait KUHAP di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025). Foto: Youtube/ TV ParlemenKomisi III DPR RI kembali melanjutkan pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) meski sedang masa reses. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Selasa (17/6), Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Achmadi, menyampaikan sejumlah usulan, termasuk soal pengaturan ulang restitusi bagi korban tindak pidana.Achmadi menilai, pengaturan restitusi dalam KUHAP saat ini belum cukup menjamin pemenuhan hak korban. Padahal, berdasarkan Pasal 66 KUHAP dalam UU No. 1 Tahun 2023, restitusi merupakan bentuk pidana tambahan.“KUHAP perlu mengatur hukum acara pengajuan atau permohonan restitusi hingga eksekusi putusan pengadilan,” kata Achmadi dalam forum tersebut.Rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III terkait KUHAP di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparanIa menjelaskan, KUHAP memang telah mengatur eksekusi restitusi jika tidak dijalankan oleh pelaku dapat disamakan dengan eksekusi terhadap pidana denda.Namun dalam praktiknya, banyak pelaku yang tidak mampu membayar, sehingga hak korban pun tidak terpenuhi.“Oleh sebab itu kami, dalam RKUHAP, diharapkan dapat memberikan arah jangkauan yang jelas terkait dengan permohonan hak restitusi oleh korban,” ucap Achmadi.Ia menegaskan, korban tindak pidana seharusnya dapat mengajukan permohonan restitusi secara langsung ke pengadilan atau melalui LPSK, dengan komponen kerugian yang diatur sesuai peraturan perundang-undangan.Achmadi juga mengusulkan agar RKUHAP mengadopsi beberapa ketentuan dari hukum acara lain, termasuk dalam kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), untuk memperkuat jaminan hak korban.“Perlu mengatur ketentuan bahwa dalam hal pelaku tidak mampu membayar atau kurang bayar restitusi, maka restitusi tersebut dapat dikonversi dalam bentuk program layanan pemulihan bagi korban tindak pidana,” ujar Achmadi.Rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III terkait KUHAP di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparanLPSK turut mengusulkan revisi Pasal 175 Ayat 7 tentang mekanisme pemberian restitusi. Jika harta terpidana tidak mencukupi untuk membayar restitusi, maka dapat dikenai pidana penjara pengganti yang tidak melebihi pidana pokok, atau pencabutan hak sebagai warga binaan.“Jika harta kekayaan terpidana yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat 5 tidak mencukupi biaya restitusi terpidana dikenai di pidana penjara pengganti tidak melebihi pidana pokoknya dan atau tidak berhak mendapatkan haknya sebagai warga binaan,” sambungnya.LPSK juga mengusulkan tambahan dalam Pasal 172 Ayat 2, yakni komponen baru dalam ganti kerugian, berupa kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana.Menurut Achmadi, tidak semua bentuk kerugian berkaitan langsung dengan peristiwa pidana, namun bisa berasal dari proses hukum yang dijalani korban.“Sebagai contoh penggantian biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum,” ujarnya.Tak hanya itu, ia juga meminta agar Pasal 173 ditambahkan satu ayat baru terkait pemberitahuan kepada korban.“Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diajukan oleh korban, keluarga, dan atau ahli warisnya kepada pengadilan,” ucap Achmadi.