Peta 4 Pulau di antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Foto: KemendagriKeputusan Kemendagri menetapkan empat pulau yang dulu milik Provinsi Aceh menjadi Provinsi Sumut menuai polemik. Adapun empat pulau itu yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek dan Pulau Mangkir Gadang.Tidak hanya bagi dua daerah itu saja, sejumlah tokoh juga ikut mengomentari masalah tersebut. Seperti apa komentar mereka, berikut rangkumannya:Bupati Tapanuli Tengah Masinton PasaribuBupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu di Sekolah Partai PDI-Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (16/5). Foto: Haya Syahira/kumparanMasinton mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya polemik itu ke Pemerintah Pusat untuk dialog dan musyawarah sehingga menghasilkan keputusan yang bijaksana."Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat untuk memfasilitasi dialog dan musyawarah pembahasan 4 pulau yang saat ini menjadi polemik perbatasan antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara, (yang berbatasan langsung Kab. Tapanuli Tengah dan Aceh Singkil)," kata Masinton kepada kumparan, Minggu (15/6)."Musyawarah dan dialog tentang 4 pulau ini harus dibahas dalam semangat kebangsaan Indonesia dan NKRI," lanjut politisi PDIP itu.Masinton juga mendorong penyelesaian polemik ini mengedepankan telaah secara historis hingga sosiologis.Terakhir, Masinton berpesan agar Pemerintah Daerah dan Pusat juga meredam polemik 4 pulau ini agar tidak menimbulkan sentimen buruk lainnya. Ia mengingatkan selama ini masyarakat Aceh Singkil dan Tapteng memiliki hubungan yang harmonis."Antar pemerintah daerah perlu cooling down dan meredam polemik 4 pulau ini agar tidak memunculkan sentimen wilayah dan kedaerahan yang mengganggu kohesi sosial dalam masyarakat, khususnya Aceh dan Sumatera Utara, serta Singkil dan Tapanuli Tengah yang selama ini berjalan harmonis dan penuh persaudaraan," tandasnya.Menko Kumham Imipas YusrilDiptalk bersama Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra. Foto: Jamal Ramadhan/kumparanYusril menyebut, UU Nomor 24 Tahun 1956 dan perjanjian Helsinki tidak dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan kepemilikan atas 4 pulau yang sedang diperebutkan Aceh dan Sumatra Utara."Enggak (dapat dijadikan rujukan), jalur Undang-Undang 1956 juga enggak. Kami sudah pelajari hal itu," kata dia saat ditemui di wilayah Sawangan, Depok, pada Minggu (15/6).Dalam UU Nomor 24 Tahun, 1956, menurut Yusril, tak disebut secara eksplisit soal status kepemilikan dari 4 pulau itu. Dengan demikian, aturan itu tak dapat dijadikan sebagai rujukan."Undang-Undang pembentukan Provinsi Aceh tahun 1956 itu tidak menyebutkan status 4 pulau itu ya. Bahwa Provinsi Aceh terdiri atas ini, ini, ini ya, tapi mengenai tapak batas wilayah itu belum," ucap dia.Sebelumnya Wapres ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, menjelaskan keempat pulau yang sedang diperebutkan itu masuk ke wilayah Aceh. Hal itu merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 1956 dan Perjanjian Helsinki.Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra dalam acara peluncuran laporan tahunan 2024 Ombudsman, di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan Yusril melanjutkan secara geografis 4 pulau itu lebih dekat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara (Sumut), dibandingkan Kabupaten Singkil, Aceh."Pulau-pulau itu secara geografis lebih dekat kepada Tapanuli Tengah dibandingkan dengan Kabupaten Singkil," kata Yusril.Namun, sambung Yusril, letak geografis bukanlah satu-satunya faktor untuk menentukan kepemilikan atas suatu wilayah. Ada faktor lainnya seperti sejarah hingga budaya yang mesti dikaji untuk menentukan kepemilikan suatu wilayah."Itu yang juga harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam memutuskan pulau itu masuk ke dalam wilayah provinsi atau kabupaten atau kota yang mana," jelas dia.Yusril kemudian mencontohkan Pulau Natuna. Secara letak geografis, menurut dia, Pulau Natuna lebih dekat dengan Malaysia daripada Kepulauan Riau. Namun, jika dilihat dari faktor sejarah, Pulau Natuna masuk ke dalam Kepulauan Riau."Sejak zaman Belanda maupun Kesultanan Melayu bahwa Pulau Natuna itu adalah bagian daripada Kesultanan Melayu di Riau dan dia merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda," ucap dia.Maka dari itu, Yusril menilai diperlukan kajian yang matang untuk menentukan kepemilikan dari 4 pulau itu. Dia pun meminta kepada masyarakat agar bersabar. Pemerintah bakal memutus polemik itu secara adil."Saya sudah berkomunikasi juga dengan Mendagri dan banyak pihak dan mudah-mudahan waktu dekat juga akan bicara dengan Pak Mualem Gubernur Aceh dan tokoh-tokoh," ujar dia."Kasus empat pulau ini Insyaallah dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada satu pihak pun yang dirugikan," lanjut dia.Anggota Komisi II DPR RI Komarudin WatubunKetua DPP PDIP Bidang Kehormatan Komarudin Watubun di kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (6/11/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparanKomarudin mengatakan, Kemendagri seperti tidak punya kerjaan. Menurutnya, Kemendagri tidak perlu mempermasalahkan masalah 4 pulau ini.“Kalau itu (konflik sengketa 4 pulau) saya pikir Kemendagri kurang kerjaan. Karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” kata Komar ditemui usai mengikuti Soekarno Run 2025 di Benteng Vastenburg Solo, Minggu (15/6).Politisi PDIP itu bilang, masalah ini pada era Bung Karno, tidak pernah menjadi masalah. Ia lantas menyoroti Wapres ke-10 dan 12 Jusuf Kalla yang sampai harus memberikan penjelasan kepada publik.“Karena urusan pulau-pulau itu, masak sampai JK keluar kasih petunjuk Aceh dan Sumut dulu pisah? Dasarnya dari zamannya Bung Karno tidak dipersoalkan. Tiba-tiba terjadi masalah,” ucap dia.“Karena ada sejarahnya, ada datanya itu. Kalau urusan batas (wilayah) itu bukan aib dari Sumatera Utara saja. Ini seluruh Indonesia. Saya tidak tahu pertimbangan apa Mendagri fokus, dan ini jadi tema besar sekarang dan jadi berita utama,” katanya.