Mengenang Perjalanan Singkat Gusti Irwan Wibowo: Ketika Musik Jadi Hiburan yang Sesungguhnya

Wait 5 sec.

Gusti Irwan Wibowo saat ditemui di Jakarta (8/8/2024). (Ivan Two Putra/VOI)JAKARTA - Gusti Irwan Wibowo meninggalkan dunia musik Tanah Air di usianya yang masih 25 tahun. Ia ditemukan tidak bernyawa di dalam kamar mandi sebuah penginapan di Lembang, Kabupaten Bandung Barat pada Minggu, 15 Juni pagi.Kepergian musisi dengan nama panggung Gustiwiw itu mengejutkan banyak orang – tidak hanya di kalangan musisi, namun juga orang-orang yang pernah bertemu langsung atau sekedar melihat dari media sosial.Tidak butuh waktu lama untuk mendapat kesan Gusti yang begitu unik. VOI berkesempatan berbicara langsung untuk pertama kali setelah konferensi pers SAL PRIADI TUR ZUZUZAZA di Senayan pada 8 Agustus 2024.Saat itu, pertanyaan pertama yang saya ajukan terkait dengan keterlibatan Gusti sebagai produser untuk empat lagu Sal Priadi – “Foto kita blur”, “Episode”, “Yasudah”, dan “Dari planet lain” – dari album “MARKERS AND SUCH PENS FLASHDISK”.Gusti menyebut kerja sama dengan Sal sebagai satu kebetulan yang ditakdirkan. Ia menuturkan, Sal punya “keanehan tersendiri” sehingga menunjuknya sebagai produser.“Sal itu musisi yang kaya akan gagasan. Jadi dia sebenarnya tipe musisi atau seniman yang bukan asal terkenal aja. Dia memang punya misi-misi tersendiri di kehidupannya dia sendiri. Ini yang enggak diceritakan ke banyak orang. Tapi dia punya niat itu,” tutur Gusti.Jawaban Gusti saat itu seakan memposisikan dirinya hanya “ketiban durian runtuh” dari lagu Sal yang sangat viral saat itu. Namun ketika saya coba memaknainya lebih jauh saat ini, tampaknya apa yang dikatakan justru menggambarkan dirinya sendiri.Gusti Irwan Wibowo dan Musik KomediBersamaan dengan perjalanannya sebagai produser musik – yang sebelumnya pernah bekerja untuk Ardhito Pramono dan Nadin Amizah – Gusti juga mulai dikenal luas sebagai penampil musik komedi lewat video-video yang muncul di media sosial.Ditambah dengan perawakan dan pembawaan yang menyenangkan, Gusti menjadi sangat dikenal sebagai seorang penyanyi dan musisi komedi, lewat lagu-lagunya yang jenaka, sebut saja “Diculik Cinta” hingga “Lanjutkan Perjuangan Kita!”.Di balik itu, Gusti adalah anak dari Timur Priyono, penulis lagu “Yang Penting Happy” – dipopulerkan Jamal Mirdad di era tahun 1990-an – dan beberapa lagu berlirik jenaka lain. Meski begitu, ia mengaku tidak mendapat keuntungan berlebih secara finansial saat memulai karier musiknya.“Kalau perjuangan (menjadi musisi), aku ada aja. Walaupun lahir dari seorang ayah yang notabene lagunya alhamdulillah hits, tapi secara uang tidak,” kata Gusti saat menjadi narasumber diskusi dalam rangka perayaan Hari Musik Nasional di Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu, 9 Maret.“Lagu boleh terkenal, tapi kira-kira secara makan sehari-hari (di keluarga) sih, telur dibagi empat masih aman kok. Cukup miskin lah,” lanjutnya.Gusti merasa bahwa perjalanannya sebagai musisi harus dimulai dari bawah. Namun, ia tidak menampik bahwa bakat dan pembelajaran musiknya didapat dari sang ayah.“Jadi emang benar-benar mulai dari nol banget. Tapi secara bakat, alhamdulillah udah ada modalnya,” katanya.Gusti Irean Wibowo saat ditemui di Jakarta (9/3/2025). (Ivan Two Putra/VOI) Gagasan Bermusik Gusti Irwan WibowoGusti tidak hanya sekedar membawakan lagu-lagu jenaka. Caranya bermusik juga untuk meneruskan warisan sang ayah – yang disebutnya kurang dihormati di kalangan musisi era 1990-an.Dia bahkan bercerita bagaimana kekecewaan sang ayah kepada industri musik Indonesia, dan berakhir dengan dirinya yang dilarang mempelajari lagu-lagu dari musisi Tanah Air.“Kalau musik, aku sebenarnya dipaparkan oleh almarhum ayah itu ke (musiknya) Queen,” ujarnya. “Dulu tuh enggak boleh dengerin lagu berbahasa Indonesia, karena menurut papa ‘Jangan nak, industrinya sedang tidak baik.’”Gusti bukanlah “badut panggung” yang hanya sekedar menyanyikan lirik-lirik lucu. Ia punya basis pendidikan musik formal – untuk mendukung kualitas musikalnya – sebagai lulusan SMK Musik Perguruan Cikini dan lanjut di Universitas Negeri Jakarta.Karya-karya yang telah dihasilkan Gusti – baik sebagai penampil, penulis lagu, orkestrator, maupun produser – adalah gabungan dari musikalitas mumpuni, warisan jenaka sang ayah, dan kebebasan khas dari anak muda Gen Z.Gusti pernah menyebut musik komedi butuh keseriusan tinggi. Menurutnya, banyak karya dari komposer besar musik klasik Barat yang dianggap berkualitas tinggi itu justru termasuk musik jenaka.“Kalau kita dengerin lagu-lagunya komposer klasik kayak Mozart, itu sebenarnya banyak musik komedinya juga,” katanya. “Jadi sebenarnya, musik komedi itu ya serius juga.”Melihat gagasan bermusik Gusti layaknya mencari jawaban atas keresahan saya terhadap kondisi musik saat ini. Ketika banyak dari generasinya sibuk dengan lagu-lagu yang lebih menekankan personalisasi dan bersifat reflektif, dia justru tampil di atas panggung untuk menghadirkan tawa dari penonton. Di tangannya, musik jadi hiburan yang sesungguhnya.Belum lagi dengan berbagai ketegangan yang ada di industri musik nasional. Kehadiran Gusti mengingatkan kita bahwa musik adalah sesuatu yang menyenangkan. Entah sampai kapan lagu-lagu jenaka dari Gusti dan ayahnya dapat didengar di media sosial. Namun yang pasti, perjalanan Gusti sudah berhenti dan kita semua akan kehilangan hiburan dari seorang seniman dengan potensi besar dari generasi ini.