Populer: Bawang Merah Rp 70 Ribu per Kg; Kemenkeu Siapkan Antisipasi Fiskal

Wait 5 sec.

Pedagang memilah bawang merah di kiosnya di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (1/11/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanKabar mengenai harga bawang merah yang melonjak menjadi Rp 70 kilogram (kg) di Jakarta menjadi berita populer di kumparanBISNIS, Selasa (17/6).Selain harga bawang merah, berita lain yang banyak dibaca pembaca kumparan adalah gejolak Iran-Israel yang membuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan antisipasi fiskal. Berikut ringkasan kedua berita populer tersebut:Harga Bawang Merah Meroket Tembus Rp 70.000/kgMusim hujan yang berkepanjangan berdampak pada hasil panen beberapa komoditas pertanian, termasuk bawang merah. Gagal panen yang terjadi di sentra produksi membuat harganya di level konsumen tembus Rp 70.000 per kilogram (kg).Pedagang sayuran di Pasar Manggis, Jakarta Selatan, Mariah, mengatakan akhir-akhir ini harga bawang merah memang terus meningkat, mulai dari Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per kg."Tidak pernah murah (harga bawang merah), dari dulu kayak gitu aja. Saya kalau belanja Rp 60.000 per kg, sekarang Rp 70.000, lagi mahal naik lagi," ungkapnya kepada kumparan, Selasa (17/6).Sementara itu, salah satu pedagang bawang merah grosir di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Reno, menyebutkan kisaran harga bawang merah saat ini sekitar Rp 50.000 hingga Rp 60.000 per kg, bahkan biasa mencapai Rp 70.000 di beberapa tempat."Bawang merah yang gede Rp 60.000 sekilo, kalau yang sedang Rp 50.000. Mahal naik lagi, normalnya Rp 40.000-50.000. Bisa sampai Rp 70.000," jelasnya.Senada, pedagang sayuran di Pasar Rumput, Yatmi, juga menyebutkan harga bawang merah pada kondisi normal sekitar Rp 45.000 per kg, namun sekarang bisa mencapai Rp 60.000 per kg.Gejolak Iran-Israel Tambah Ketidakpastian, Kemenkeu Siapkan Antisipasi FiskalKetegangan geopolitik yang meningkat tajam akibat konflik terbuka Iran dan Israel menambah tekanan terhadap perekonomian global, yang sebelumnya sudah tertekan oleh perlambatan ekonomi dan efek kebijakan tarif dari Amerika Serikat. Di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian itu, Kementerian Keuangan terus memantau dan menyesuaikan strategi fiskalnya.Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, menyampaikan salah satu dampak paling nyata dari konflik ini adalah pada harga komoditas serta dinamika pasar keuangan global.Kepala BKD Febrio Kacaribu di Kompleks Parlemen RI, Senin (20/5/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan“Sebenarnya kan terutama kalau kita lihat gejolaknya dampak langsungnya adalah ke harga komoditas. Dan juga bagaimana nanti itu mempengaruhi ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Febrio di Kantor Pusat Kemenkeu, Selasa (17/6).Menurutnya, meskipun ada gejolak dari konflik di Timur Tengah dan tekanan tarif dari AS, terdapat sinyal positif dari arah kebijakan global. Terutama meredanya ketegangan antara China dan Amerika Serikat.Dia menyebut, kondisi pasar keuangan mulai menunjukkan perbaikan. Tercermin dari penurunan suku bunga dan kembalinya arus modal asing ke dalam negeri.“Jadi itu bagus bagi kita bahwa dengan ini sudah mulai agak mereda, capital inflow mulai terjadi lagi. Dan biasanya yang menjadi penarik pertama itu adalah Surat Berharga Negara (SBN) ,” ungkap Febrio.Ia menegaskan, kepercayaan investor terhadap SBN tetap tinggi karena disiplin fiskal yang konsisten dijaga pemerintah.Namun, ia tidak menampik tekanan terhadap sektor riil sudah terlihat. Terutama sebagai imbas dari efek kebijakan tarif Presiden Trump terhadap produk ekspor manufaktur Indonesia, seperti tekstil dan alas kaki, yang padat karya.“Makanya kalau Indonesia kita lihat yang sudah kita identifikasikan dampak dari Trump efek itu, Trump tarif itu adalah ke performance dari sektor manufaktur kita yang ekspornya ke Amerika. Dan kita tahu itu mayoritas adalah labor intensive yaitu tekstil dan sepatu,” ujarnya.Menanggapi tekanan tersebut, pemerintah telah menggelontorkan stimulus senilai Rp 24,4 triliun untuk menopang sektor-sektor yang terdampak. Salah satu program utamanya adalah Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi lebih dari 14 juta pekerja.“Makanya kita berikan BSU, Bantuan Subsidi Upah. Nah, itu menjangkau sekitar 14 juta lebih tenaga kerja di sektor tersebut. Yang kita harapkan memberikan ruang bernapas,” ujar Febrio.Sementara itu, pemerintah juga sedang menyusun laporan semesteran fiskal yang akan disampaikan awal Juli kepada Badan Anggaran DPR. Dalam laporan tersebut, pemerintah berupaya merespons ketidakpastian global dengan menjaga fleksibilitas kebijakan.