Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, saat menerima Anugerah Praba Nawasena Budaya 2025 (Dok. Kemenbud)JAKARTA – “Penghargaan ini bukan sekadar apresiasi untuk pribadi saya. Ini adalah amanat kolektif dari para pelaku budaya di seluruh tanah air. Mereka yang setia menjaga warisan leluhur, meski sering tak disorot.” Hal tersebut diungkapkan Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, saat menerima Anugerah Praba Nawasena Budaya 2025 dari PUI Javanologi, Universitas Sebelas Maret (UNS), Selasa malam, 3 Juni 2025.Fadli Zon dianugerahi gelar Cultural Statesman of Indonesia dalam ajang Javanese Cultural Awards 2025, atas kiprah panjangnya dalam pemajuan kebudayaan, khususnya pelestarian budaya Jawa. Ia dianggap mewakili figur yang tidak hanya menghimpun benda budaya, tetapi juga menyuarakan maknanya melalui tulisan, forum internasional, dan institusi.Penghargaan ini diberikan oleh Pelaksana Harian Rektor UNS, Prof. Dr. Fitria Rahmawati. Menurutnya, PUI Javanologi menginisiasi Javanese Cultural Awards dan program Jawametrik sebagai upaya membangun ekosistem budaya Jawa yang relevan dan berkelanjutan.“Dengan dua program unggulan ini, kami ingin mengukur, memetakan, sekaligus memberi penghargaan kepada mereka yang bekerja nyata untuk budaya,” ujar Fitria di hadapan para seniman, akademisi, dan tokoh budaya dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu, 4 Juni.Fadli Zon dinilai layak menerima penghargaan berdasarkan kiprah nyata: dari pendirian Fadli Zon Library yang menyimpan ribuan manuskrip dan koleksi keris, Rumah Budaya Fadli Zon di Aie Angek, Sumatera Barat, hingga Rumah Kreatif Fadli Zon di Depok yang mengoleksi 8.000 wayang. Ia juga dikenal sebagai Ketua Umum SNKI (Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia), HSBI (Himpunan Seni Budaya Islam), serta Perkumpulan Filatelis Indonesia.Tak hanya aktif di ranah fisik, Fadli juga menulis dan menyunting. Salah satu tulisan pertamanya terbit saat usia 20 tahun di jurnal Prisma berjudul Sosok Ronggowarsito di Pentas Politik dan Seni Budaya Jawa. Ia pernah duduk di Dewan Redaksi Horison dan sejumlah media cetak, serta menerima berbagai gelar budaya dari Kraton Surakarta Hadiningrat dan Puri Agung Singaraja.Dalam sambutannya, Fadli menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pemerintah dan lembaga pendidikan. “PUI Javanologi bukan hanya pusat studi, tetapi titik temu refleksi akademik dan produksi inovasi budaya. Ini model yang patut direplikasi,” ujarnya.Tak kalah penting, Fadli menyambut program Jawametrik sebagai langkah strategis dalam membangun struktur kelembagaan budaya. “Ini bukan sekadar alat ukur. Ini fondasi membangun budaya yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakat, baik di level lokal maupun global.”Wakil Wali Kota Surakarta, Astrid Widayani, yang juga hadir, menekankan bahwa penghargaan ini bukan sekadar seremoni. “Ini bukti bahwa budaya hidup bukan karena tradisi semata, tapi karena ada yang merawatnya terus-menerus,” ujarnya.Penghargaan serupa juga diberikan kepada Prof. Sumarsam, Ph.D. dari Wesleyan University, Amerika Serikat, atas kontribusinya dalam memperkenalkan gamelan Jawa ke dunia internasional.Di akhir sambutannya, Fadli mengajak semua pihak menjadikan budaya sebagai kekuatan hidup. “Warisan budaya tidak boleh jadi benda mati. Ia harus hidup, bergerak, dan bermakna bagi generasi mendatang.”