Prabowo Kembalikan 4 Pulau Milik Aceh, Anggota Komisi II DPR: Pelajaran Bagi Kemendagri Ambil Keputusan

Wait 5 sec.

Gubernur Sumut Bobby Nasution salam komando dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf disaksikan Mensesneg Prasetyo Hadi/ANTARA/HO-Diskominfo SumutJAKARTA - Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin menyambut baik keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait 4 pulau yang menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Presiden Prabowo memutuskan 4 pulau yang status administratifnya sempat menimbulkan polemik itu kini kembali menjadi milik Aceh.Menurut Khozin, keputusan Presiden Prabowo terkait 4 Pulau telah tepat karena berlandaskan pada aspek histori dan kemasyarakatan. Ia berharap, langkah presiden ini menjadi pelajaran bagi Mendagri dalam mengambil setiap keputusan. "Keputusan Presiden cukup tepat, menunjukkan keputusan yang berdasar pada sejarah dan memerhatikan aspek sosiologis masyarakat,” ujar M Khozin, Rabu, 18 Juni. Adapun empat pulau yang menjadi sengketa itu adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Penetapan 4 pulau itu sebagai milik Aceh berdasarkan dokumen administrasi yang dimiliki Pemerintah.Dalam pengambilan keputusan, Presiden Prabowo mengajak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, serta Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk berdiskusi dan mencapai kesepakatan.Keputusan Presiden Prabowo ini sekaligus menganulir pengalihan status empat pulau tersebut yang sebelumnya termaktub dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Kepmendagri itu terbit pada 25 April 2025 dan menjadi polemik serta menuai kritik dari masyarakat.Khozin pun berharap keputusan Presiden Prabowo bisa membuat situasi menjadi kondusif kembali dan mengakhiri polemik antar dua provinsi yang saling bertetangga itu."Harapannya situasi kembali tenang, karena secara faktual empat pulau itu selama ini memang dikelola oleh Provinsi NAD (Aceh),” ungkap dia. Khozin mengingatkan agar masalah serupa tidak kembali terulang di masa mendatang. Menurut Anggota Dewan yang akrab disapa Gus Khozin ini, pembakuan nama rupabumi yang menjadi pemicu polemik itu seharusnya tidak dijadikan satu-satunya dasar dalam penetapan wilayah suatu daerah."Karena ada faktor lainnya yang tak kalah substansial yakni soal sejarah dan tradisi. Ini yang alpa dalam Kepmendagri No 300.2.2-2138 Tahun 2025," jelas Gus Khozin.Khozin juga berharap agar polemik empat pulau antara Aceh dan Sumut dapat menjadi pelajaran bagi Kemendagri dalam pembaruan kebijakan penetapan wilayah dan penamaan rupabumi. Menurut Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan administrasi pemerintahan dan otonomi daerah itu, kasus ini menunjukkan bahwa pendekatan teknis administratif saja tidak cukup.Ia juga menekankan perlunya pemahaman yang lebih menyeluruh terhadap dinamika lokal, termasuk sejarah, adat istiadat, dan aspirasi masyarakat. "Peristiwa ini jadi pelajaran penting Kemendagri,” pungkas Khozin.