Ilustrasi YouTube (foto: x @lifehacker)JAKARTA - Komisi I DPR memastikan akan mempercepat pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Langka tersebut dilakukan menyusul perkembangan pesat media digital dan platform over the top (OTT), seperti YouTube, Netflix, dan TikTok.Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin menyatakan, UU Penyiaran yang ada saat ini sudah tidak lagi relevan untuk mengatur konten-konten digital. Oleh karena itu, DPR menargetkan revisi ini segera rampung agar mampu menjawab tantangan ekosistem media saat ini.“Kita ingin undang-undang ini cepat selesai. Kami juga akan segera mengundang platform digital besar, seperti YouTube, Netflix, dan TikTok untuk menemukan kesepakatan yang bisa dimasukkan dalam revisi UU Penyiaran,” ujarnya.Hal itu disampaikan Nurul dalam acara "Forum Pemred Talks: Peran Negara Menjamin Keadilan Ekosistem Media" di kantor Antara, Jakarta Pusat, Kamis 19 Juni.Menurut Nurul, perbedaan definisi antara penyiaran konvensional dan konten digital menjadi celah hukum yang harus segera ditutup. UU baru diharapkan mampu mengatur distribusi konten digital secara adil dan bertanggung jawab, tanpa menghambat inovasi.“Media saat ini dalam situasi yang memprihatinkan. Maka revisi ini adalah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan DPR,” tambah Nurul.Revisi UU Penyiaran sebenarnya sudah mulai dibahas sejak 2012 dan sempat masuk prolegnas DPR periode 2019-2024. Namun, draf tersebut menuai kritik, terutama pada pasal yang mengusulkan pelarangan jurnalisme investigatif di televisi, hingga akhirnya tertunda.Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi) Nezar Patria juga menekankan pentingnya percepatan revisi UU Penyiaran. Menurutnya, era digital membawa tantangan besar bagi industri media dan perlu regulasi yang adil untuk semua pihak.“Kita berharap revisi ini bisa cepat dirampungkan dan mampu merangkum persoalan yang dihadapi industri media saat ini,” kata Nezar.