ILUSTRASI UNSPLASH/Ilja NedilkoJAKARTA - Serangan terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bushehr di Iran bisa menyebabkan pencemaran radioaktif yang jauh lebih banyak daripada ledakan nuklir, meski reaktor di dalamnya tidak bisa meledak.Hal itu diungkapkan kata Wakil Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Mikhail Chudakov kepada RIA Novosti pada Rabu (18/6) di sela-sela Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) di Rusia."Berdasarkan pengalaman dan akal sehat saya, tidak ada satu pun pembangkit listrik di dunia yang terlindungi dari perang... Jika Anda menembakkan rudal ke reaktor, Anda akan melihat pencemaran di wilayah itu. Anda tidak akan melihat ledakan nuklir," kata Chudakov dilansir ANTARA dari Sputnik-OANA, Kamis, 19 Juni.Dia menegaskan insiden terkait reaktivitas nuklir telah diantisipasi oleh teknologi reaktor modern. Insiden semacam itu terakhir kali terjadi di PLTN Chernobyl pada 1986.Menurut Chudakov, PLTN tidak bisa meledak seperti bom nuklir, tetapi bisa rusak dan menyebarkan radiasi ke wilayah sekitarnya."Sayangnya, akan ada lebih banyak pencemaran (radioaktif) dalam peristiwa seperti itu daripada dari ledakan nuklir," katanya. Data IAEA menunjukkan Iran saat ini memiliki reaktor tenaga nuklir di PLTN Bushehr (BNPP)-Unit 1, yang mulai beroperasi secara komersial pada 2013 dan menyumbang hampir 1,7 persen dari total produksi listrik nasional pada 2023.PLTN Bushehr berada sekitar 1.200 kilometer di sebelah selatan ibu kota Iran, Teheran. Pembangunannya dimulai pada 1975 oleh perusahaan-perusahaan Jerman, tetapi proyek itu dihentikan setelah Revolusi Iran meletus pada 1979. PLTN itu juga beberapa kali dihantam bom selama Perang Iran-Irak (1980-1988).Pada 1995, kontrak untuk menyelesaikan PLTN tersebut ditandatangani oleh Iran dan Kementerian Energi Atom Rusia. PLTN itu mulai memproduksi listrik pada September 2011. Acara pembukaannya dihadiri sejumlah pejabat Rusia.