Pekerja melihat layar menampilkan pergerakan saham di New York Stock Exchange (NYSE), New York, Amerika Serikat, Kamis (3/4/2025). Foto: Charly Triballeau/AFPPenawaran umum perdana saham (IPO) secara global mengalami penurunan tajam tahun ini. Ketidakpastian bisnis akibat tarif AS, gejolak pasar keuangan. Serta tingginya suku bunga membuat banyak perusahaan menunda rencana pencatatan saham.Mengutip Reuters, data dari LSEG per 17 Juni menunjukkan bahwa nilai IPO global turun sekitar 9,3 persen secara tahunan menjadi USD 44,3 miliar. Ini adalah angka terendah dalam sembilan tahun terakhir.Di Amerika Serikat, volume IPO turun 12 persen menjadi USD 12,3 miliar. Penurunan yang lebih tajam terjadi di Eropa, yang anjlok hingga 64 persen ke level USD 5,8 miliar. Sebaliknya, kawasan Asia-Pasifik mencatatkan pertumbuhan IPO sebesar 28 persen menjadi USD 16,8 miliar sepanjang tahun ini.Ketegangan perdagangan kembali mencuat pada April lalu setelah Presiden Donald Trump mengaktifkan kembali tarif, termasuk pungutan menyeluruh sebesar 10 persen yang memicu kekhawatiran di kalangan pelaku usaha. Meskipun sempat ada negosiasi, ketidakpastian global terhadap prospek investasi masih tinggi.“Tidaklah bijaksana bagi perusahaan untuk go public saat ini. Volatilitas di pasar belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Isabelle Freidheim, pendiri dan mitra pengelola di Athena Capital.“Ada risiko nyata bagi perusahaan teknologi yang belum stabil secara finansial. Jika saham anjlok setelah IPO, akan sulit pulih, terutama bagi perusahaan dengan arus kas lemah atau yang belum matang,” imbuhnya.Ilustrasi Bursa Saham Asia. Foto: Kazuhiro Nogi/AFPNamun di tengah pelemahan global, Tiongkok dan Jepang justru mengalami lonjakan IPO berkat pelonggaran regulasi dan membaiknya sentimen investor. Salah satu sorotan adalah IPO raksasa baterai Tiongkok, CATL, yang berhasil menggalang dana USD 4,6 miliar, menjadikannya IPO terbesar di dunia sejauh ini.Meski pasar masih fluktuatif, beberapa analis mulai melihat tanda-tanda pemulihan pada paruh kedua 2025. Di AS, minat terhadap IPO mulai bangkit, ditandai dengan debut kuat perusahaan fintech Chime. Beberapa nama besar seperti Klarna, Gemini, dan Cerebras juga dijadwalkan mencatatkan saham tahun ini.“Dengan sejumlah perusahaan kontraktor pertahanan AS, Eropa, dan konsumer India yang telah mengajukan rencana IPO, ada kemungkinan kita akan melihat pola 'tetesan-lalu-meluap' di akhir 2025, jika volatilitas tetap tinggi,” ujar Michael Ashley Schulman, kepala investasi di Running Point Capital Advisors.