Ilustrasi RSUP Prof R D Kandou Manado.MANADO - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya merombak jajaran dewan direksi RSUP Prof R D Kandou Manado baru-baru ini. Seluruh jabatan direksi alami perubahan dengan dr. Starry H Rampengan ditunjuk sebagai Direktur Utama definitif.Perombakan ini tak lama setelah pelayanan RSUP Prof R D Kandou viral di media sosial karena dinilai menjadi penyebab kematian dari seorang pasien bernama Gabriel Sineleyan, dikarenakan tak kunjung melakukan tindakan operasi selama hampir dua bulan dengan alasan alat medis yang rusak.Pergantian jajaran direksi ini sendiri mendapatkan respons positif dari DPRD Sulawesi Utara (Sulut), yang berharap ada perubahan pelayanan di rumah sakit rujukan terbesar itu, termasuk peningkatan kinerja serta menyudahi krisis alat medis yang sering berakibat fatal untuk pasien.Harapan besar DPRD Sulut terhadap direksi baru untuk bisa meningkatkan pelayanan RSUP Prof R D Kandou, tak lepas dari sejumlah kasus yang mereka temukan terkait pelayanan yang kurang baik terhadap pasien.Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sulawesi Utara, Louis Schramm.Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sulut, Louis Schramm, menyebutkan jika selain kasus Gabriel Sineleyan, dia juga mendapatkan laporan langsung dari Wakil Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong), yang mengungkapkan adanya pasien yang tak mendapatkan penanganan medis yang baik dari pihak rumah sakit."Saya mendapat pesan (whatsapp) minta tolong dari wakil Bupati Bolmong, terkait adanya warga bernama Alex Pandi yang sudah 10 hari dirawat di RSUP Prof R D Kandou, dan belum juga ada tindakan operasi," ujar Louis.Menurutnya, pasien ini dijadwalkan baru akan dioperasi pada tanggal 3 Juli 2025, padahal kondisi pasien sudah semakin menurun, berat badan semakin kurus dan merasakan sakit di sekujur tubuh."Apakah pihak RSUP Prof R D Kandou mau tunggu dia meninggal dulu, viral dan baru ditindaklanjuti? Saya khawatir, jangan sampai kejadian pasien meninggal karena tak kunjung dioperasi terjadi lagi," kata politisi Gerindra ini.Sementara, Wakil Ketua DPRD Sulut, Stella Runtuwene, juga membagikan keluhan soal kinerja dokter dalam penanganan pasien berumur enam tahun yang harus operasi prostat.Menurut Stela, saat ini pasien tersebut masih berada di rumah sakit setelah selesai operasi. Namun, menurut orang tua pasien, setelah selesai operasi, dia tidak pernah bertemu dengan dokter yang melakukan bedah, di mana yang lakukan kunjungan pemeriksaan hanya dokter residen. Padahal, selepas operasi ternyata ada infeksi yang terjadi."Orang tua pasien ingin konsultasi dengan dokter penanggung jawab karena ada infeksi, tapi si dokter ini tak pernah datang memeriksa kondisi pasien selepas operasi. Ini penting, karena jangan hanya menyerahkan ke residen, sementara kan lebih paham itu ya si ahli itu," kata Stela."Kalau residen mendampingi dokter bedah ya itu bisa dilakukan, tapi bukan dia yang tanggung jawab sepenuhnya. Tetap si dokter ahli ini yang harus tanggung jawab, karena pasien juga butuh pendampingan. Pasien ini masuk tanpa ada keluhan infeksi, sekarang sudah ada, kan harusnya si dokter ini harus jelaskan karena infeksi selepas operasi. Jangan lagi ada kejadian pasien meninggal karena pelayanan buruk," kata Stela.Senada dikatakan Henry Walukouw, anggota DPRD Sulut dari Fraksi Demokrat. Dia mengaku mendapat laporan dari pasien terindikasi kanker kandungan bernama Imelda L. Dikatakan Henry, seharusnya tindakan operasi sudah dilakukan pada pertengahan Juni 2025 sesuai pemeriksaan awal.Namun, justru pasien ini tak kunjung dioperasi, karena alasan belum memiliki hasil foto Magnetic Resonance Imaging atau MRI."Yang sangat tak masuk akal, justru di bagian foto MRI itu, pasien ini malah mendapatkan jadwal diambil foto MRI nanti tanggal 24 Juli 2025. Bagaimana bisa tidak ada koordinasi antar bagian di RSUP Prof R D Kandou ini. Bagian bedah sudah jadwal operasi, tapi bagian MRI yang batalkan. Apakah memang seperti ini kondisi di rumah sakit, pasien sudah koma tapi tak ada penanganan cepat seperti harus antre panjang di MRI ini," kata Henry.Menurut Henry, dia mendapatkan laporan dari internal rumah sakit yang memang sudah muak dengan kondisi di rumah sakit, jika alat yang digunakan di rumah sakit pusat itu sudah usang. Seperti alat MRI ini yang alatnya cepat panas sehingga hanya satu pasien bisa terlayani dalam satu hari."Sangat memprihatinkan. Selain manajemen, kondisi peralatan perlu dievaluasi. Seharusnya alat-alat medis yang sangat dibutuhkan harus dalam kondisi yang baik. Jika rusak atau tak sesuai ya dilaporkan agar diremajakan. Ini menyangkut nyawa masyarakat Sulawesi Utara," ujar Henry kembali.