Habib juga manusia: Menjaga integritas sebagai pendakwah di tengah kontroversi

Wait 5 sec.

Sebuah poster di pinggir jalan menampilkan gambar Rizieq Shihab, yang akrab disapa Habib Rizieq. Mikail Arvin/Shutterstock● Habib memegang peran penting dalam kehidupan keagamaan di Indonesia.● Ada oknum habib yang kerap mengeluarkan pernyataan dan tindakan kontroversial, sehingga legitimasi habib dipertanyakan.● Adanya kontradiksi antara praktik yang dilakukan beberapa habib dengan ajaran Islam.Gelar Habib tampaknya cukup memegang peranan penting dalam kehidupan sosial dan keagamaan di Indonesia. Gelar yang umumnya disematkan oleh masyarakat Indonesia kepada keturunan Nabi Muhammad ini diyakini membawa konsekuensi besar dan tanggung jawab moral dalam menjaga nama baik rasul. Itulah alasan sebagian besar habib di Indonesia fokus pada dakwah dan keagamaan. Adapun keturunan Nabi Muhammad lain yang tidak mengambil jalur dakwah tetap dihormati dengan sebutan Syarif untuk laki-laki dan Syarifah untuk perempuan.Namun, di era penyebaran informasi yang cepat, ada oknum Habib yang mengeluarkan pernyataan dan tindakan kontroversial. Ini memicu perdebatan luas, sehingga pengaruh dan legitimasi Habib dalam konteks modern di Indonesia kembali dipertanyakan.Peran habib dalam politikGaris keturunan Nabi Muhammad pada dasarnya mendapatkan hereditary privilege, yaitu keuntungan atau hak istimewa yang diterima seseorang berdasarkan garis keturunan ataupun warisan keluarga. Privilese ini bisa berupa status sosial, kekayaan, kekuasaan, atau hak-hak khusus yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa harus melalui pencapaian individu. Habib Ali Zainal Abidin Assegaf dalam peringatan ulang tahun Qudsiyyah ke-8. UQI VXV/Shutterstock Sosok habib sebagai tokoh agama telah lama memainkan peran dalam sejarah politik Indonesia, khususnya selama Orde Baru. Rezim pemerintahan terlama di Indonesia ini menjalin hubungan erat dengan kelompok-kelompok Islam (termasuk para habib dan ormas Islam) sebagai strategi untuk melanggengkan kekuasaan.Memasuki akhir 1970-an, situasi mulai berubah seiring dengan peningkatan kesadaran politik di kalangan umat Islam serta tekanan internasional untuk mengakui hak-hak politik Islam.Salah satu strategi yang signifikan adalah pendirian Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1975 sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengontrol isu-isu keagamaan dan meredam radikalisme.Komunitas muslim pun terseret ke dalam pembahasan ketidakstabilan politik karena pada saat itu negara melalui peran militer menggunakan ormas Islam garis keras untuk membantu menjaga situasi krisis di level akar rumput—yang kemudian melahirkan organisasi Pam Swakarsa.Penyalahgunaan status keagamaanSeiring waktu, peran habib dalam masyarakat tidak terbatas pada pengaruh politik, tetapi juga sosial. Pernyataan dan tindakan beberapa oknum habib bahkan memicu perdebatan luas di media sosial.Salah satunya pernyataan dari oknum habib yang mengklaim bahwa mereka akan masuk surga meskipun berbuat dosa, karena status mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad.Klaim semacam ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan status keagamaan untuk kepentingan pribadi. Ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan keadilan bagi semua umat manusia tanpa memandang status atau keturunan.Ada oknum habib yang mudah sekali mengajak orang untuk berkelahi untuk menyelesaikan masalah, sedangkan Islam mengajarkan untuk menggunakan musyawarah dan mufakat untuk menyelesaikan masalah dan sama sekali anti dengan kekerasan.Beberapa oknum habib juga diketahui suka menyampaikan kisah-kisah yang dianggap tidak masuk akal dalam ceramah mereka (khurafat), yang berpotensi menyesatkan dan memanipulasi masyarakat. Rizieq Shihab (tengah), pendiri dan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), organisasi yang telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah, sedang menyapa publik. Mikail Arvin/Shutterstock Penyebaran informasi yang tidak valid bisa merusak integritas dakwah dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemuka agama. Keakuratan dan kredibilitas dalam menyampaikan ajaran agama menjadi sangat penting, terutama di era informasi sangat mudah tersebar tanpa verifikasi yang memadai.Kontroversi lainnya yakni penghormatan khusus yang dituntut oleh beberapa habib karena status mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad. Beberapa habib menginginkan penghormatan tinggi, yang mana dapat berbenturan dengan prinsip Islam karena mengarah pada pengkultusan individu.Nabi Muhammad sendiri mengingatkan umatnya untuk tidak berlebihan dalam memuji atau mengagungkan manusia, termasuk dirinya sendiri, agar terhindar dari penyimpangan.Fenomena ini menunjukkan adanya kontradiksi antara praktik yang dilakukan oleh beberapa habib dengan ajaran Islam yang lebih mendasar.Harapan kepada para habibMeski begitu, perlu diketahui juga bahwa masih banyak sosok habib yang rasional, lemah lembut, rendah hati, dan fokus dakwah kepada umat tanpa mengharapkan penghormatan khusus. Sikap ini konsisten dengan ajaran Islam yang menekankan kesederhanaan dan pelayanan kepada sesama dan mereka berperan sebagai teladan positif di tengah masyarakat. Sebut saja Quraish Shihab yang dikenal luas sebagai cendekiawan muslim dan pakar tafsir Al-Qur’an (Al Misbah) yang menyejukkan, meski tak banyak yang menyadari bahwa ia sebenarnya keturunan Nabi Muhammad SAW.Alih-alih menonjolkan nasab, ia memilih jalur ilmu dan menjadikan Al-Qur’an sebagai ruang dialog antara iman dan akal. Lewat gaya bicara yang tenang dan penuh logika, Quraish Shihab menghadirkan tafsir yang membumi, rasional, dan menjangkau semua kalangan. Ia lebih dihormati sebagai guru bangsa daripada tokoh keturunan, karena kehadirannya menjadikan agama terasa masuk akal, inklusif, dan penuh kasih.Pada akhirnya, perbedaan perilaku dan teknik dakwah di antara para habib menunjukkan bahwa mereka bukan kelompok yang homogen, melainkan terdiri dari individu-individu dengan pandangan dan sikap yang beragam. Habib Luthfi bin Yahya menyapa publik di depan gedung Kanzus Sholawat di Pekalongan. Muhammad Luqman Hakim/Shutterstock Generalisasi terhadap kelompok berdasarkan perilaku beberapa individu bukan hanya tidak tepat, tetapi juga dapat menimbulkan stigma yang tidak adil.Dalam konteks sejarah politik dan sosial Indonesia, peran habib sangat penting dan kompleks. Di satu sisi mereka berperan sebagai pemuka agama yang membimbing masyarakat, di sisi lain mereka juga terlibat dalam dinamika politik yang lebih luas.Habib telah memainkan peran penting dalam sejarah politik dan sosial Indonesia, tetapi dinamikanya terus berkembang seiring perubahan zaman.Tantangan baru di era digital saat ini adalah menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap pemuka agama di tengah maraknya informasi yang mudah tersebar, tetapi tidak selalu akurat. Ini termasuk cara menjaga kemurnian ajaran dan praktik keagamaan agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.Dengan mengedepankan prinsip-prinsip Islam sejati, para habib dan ormas Islam diharapkan dapat terus berkontribusi positif bagi bangsa dan negara.M. Luthfi Khair A menerima dana dari DIPA LIPI, DIPA BRIN, dan LPDP