Kejaksaan Agung melimpahkan 9 tersangka korupsi tata kelola minyak mentah ke Kejari Jakpus. Foto: Kejagung RIKejaksaan Agung telah merampungkan penyidikan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2024.Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan setelah penyidikan rampung pihaknya telah melaksanakan pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat."Jampidsus Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap II) atas 9 orang tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat," kata Harli dalam keterangannya, Senin (23/6).Nantinya, lanjut Harli, JPU akan menyusun surat dakwaan agar para tersangka bisa segera disidangkan."Untuk selanjutnya Tim Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan mempersiapkan surat dakwaan serta melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Jakarta Pusat," ucapnya.Kejaksaan Agung melimpahkan 9 tersangka korupsi tata kelola minyak mentah ke Kejari Jakpus. Foto: Kejagung RIKasus Korupsi Minyak MentahDalam korupsi tata kelola minyak mentah yang tengah ditangani Kejagung ini, enam orang petinggi subholding Pertamina berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC dijerat sebagai tersangka.Selain mereka, tiga tersangka lainnya yakni; Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.Kasus ini bermula pada 2018-2023. Untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri harus wajib mengutamakan pasokan dalam negeri. Pertamina harus mencari dari kontraktor dalam negeri sebelum impor.Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.Namun, Kejagung menemukan adanya pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi kilang dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Sehingga pada akhirnya harus impor.Kemudian, pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri juga oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masuk HPS.Selain itu, penolakan juga dinilai karena produksi KKKS tidak sesuai kualitas, padahal faktanya dapat diolah. Dengan penolakan itu, maka minyak mentah dari KKKS tak terserap. Kemudian malah diekspor ke luar negeri. Kemudian untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, impor pun dilakukan.Dalam proses impor ini diduga terjadi pemufakatan jahat, yakni terdapat kesepakatan harga yang sudah diatur dengan tujuan dapat keuntungan dengan melawan hukum. Hal ini disamarkan seolah-olah sesuai ketentuan. Pemenang broker pun telah diatur.Ditambah lagi, dalam proses pengadaan produk kilang, PT PPN melakukan pembelian RON 92, padahal sebenarnya yang dibeli yakni RON 90. Kemudian itu di-blending untuk jadi RON 92.Pada saat dilakukan impor minyak mentah, ada proses mark up kontrak pengiriman. Sehingga pihak BUMN mengeluarkan fee 13-15 persen dan menguntungkan Muhammad Kerry Andrianto Riza.Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang ditimbulkan perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Jumlahnya diprediksi lebih tinggi, karena angka kerugian sementara itu hanya pada 2023 saja.