Subaru Ungkap Kekhawatiran Penetrasi Mobil Listrik di Indonesia

Wait 5 sec.

Aktivitas di salah satu pabrik mobil listrik Neta Auto di Tongxiang, China. Foto: Sena Pratama/kumparanInvasi ragam pabrikan asal Tiongkok ke pasar Indonesia memberikan tren baru, khususnya di segmen mobil listrik. Perkembangan pesat ini telah bergulir beberapa tahun terakhir. Namun, ada kekhawatiran di tengah tren tersebut.Kaneko Takamichi, Business Planning Manager Subaru Motor Corporation menyampaikan kekhawatiran terkait maraknya mobil listrik asal Tiongkok. Menurutnya, penyerapan EV di pasar domestik Indonesia hanya terjadi di fase awal peluncuran kendaraan tersebut.“Pasar EV di Indonesia sangat didominasi merek China di Indonesia. Tapi, memang adaptasinya cukup kuat di awal. Misalnya, ada sebuah mobil listrik baru meluncur, penjualan akan cukup tinggi di periode awal, tapi tidak berlanjut terus-menerus,” ucapnya kepada kumparan beberapa waktu lalu.Lebih lagi, ia turut khawatir dengan kondisi infrastruktur ekosistem EV di Indonesia yang masih dinilai kurang memadai. Takamichi menyebut charging station di Indonesia masih sedikit, sehingga menjadi tantangan dalam upaya adopsi secara besar-besaran.“Saya khawatir tentang infrastruktur ekosistem EV di Indonesia yang saya rasa belum cukup memadai. Jika melihat Eropa, Jepang, Amerika Serikat, atau Australia, sangat banyak charging station di sana. Sementara, di Indonesia mungkin ada sedikit di dalam lahan parkir mal,” imbuhnya.“Kalau mereka lebih sering charging di rumah, artinya mereka sulit untuk jalan jauh. Jadi, apakah itu realistis? Menurut saya tidak,” ungkapnya.Subaru Forester. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparanTantangan lainnya datang dari harga jual mobil listrik yang rendah. Takamichi memberi contoh di pasar Eropa yang sulit untuk memasarkan EV bekas. Adapun salah satu alasan kuat mereka menjual mobil listriknya, yakni karena ketidakpuasan terhadap EV. Sayangnya, para pemilik tersebut kesulitan untuk menjualnya karena permintaan yang sedikit.“Oleh karena itu, saya agak takut lima tahun ke depan. Mungkin mobil listrik asal Tiongkok tersebut bisa saja hancur. Sementara di pasar mobil bekas tidak ada permintaan, maka bisa saja mobil-mobil tersebut akan terbengkalai di suatu tempat,” tuturnya.Takamichi merasa lebih yakin dengan teknologi hibrida. Ia menjelaskan bahwa hybrid menjadi solusi terbaik, bukan hanya Indonesia tapi juga secara global dengan permintaan yang terus meningkat.Terkait kendaraan hybrid, Subaru di Jepang telah memasarkan model Forester dengan opsi mesin hibrida. Saat ini, kendaraan tersebut mencapai inden hingga lebih dari enam bulan.