Anggota Komisi III DPR Sarifudin Sudding/DOK Media PANJAKARTA - Anggota Komisi III DPR Sarifudin Sudding mengecam aksi pembubaran ibadah umat Kristen oleh sekelompok warga lokal di Sukabumi, Jawa Barat. Ia menegaskan negara tidak boleh kalah oleh tekanan kelompok mana pun dalam menjamin hak konstitusional warganya untuk beribadah.“Ini bukan semata soal disharmoni sosial, ini menyangkut soal kepastian hukum dan keberanian negara dalam melindungi hak asasi rakyatnya. Perlu kembali ditegaskan bagi semua pihak, beribadah adalah hak konstitusional setiap warga negara,” ujar Sarifudin Sudding, Rabu, 2 Juli.Sudding mengingatkan sikap intoleransi sangat bertentangan dengan prinsip negara Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila, apalagi dibarengi dengan perbuatan pidana seperti pengrusakan fasilitas pribadi hingga ancaman dan intimidasi.“Ketika ibadah yang sah dibubarkan oleh tekanan kelompok, maka yang tercederai bukan hanya minoritas agama, tapi prinsip keadilan dan supremasi hukum itu sendiri,” tegasnya.Sebagai anggota komisi DPR yang membidangi penegakan hukum dan keamanan, Sudding menekankan bahwa hak atas kebebasan beragama dan beribadah dijamin oleh UUD 1945 dan tidak bisa dibatalkan oleh opini mayoritas atau tekanan lokal.“Pembubaran ibadah yang tidak didasarkan pada putusan hukum atau alasan yang sah secara administratif harus dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana,” jelas Sudding.“Termasuk pasal-pasal terkait perbuatan tidak menyenangkan, ujaran kebencian, atau diskriminasi berbasis agama,” sambung anggota Fraksi PAN DPR itu.Peristiwa intoleransi di Sukabumi ini sendiri bermula ketika anak-anak dan remaja dari gereja di Tangsel datang ke vila untuk mengikuti retret saat libur sekolah. Saat mereka melakukan program reflektif, tiba-tiba sejumlah warga datang dan membubarkan paksa acara tersebut dengan alasan rumah singgah atau vila itu tidak memiliki izin sebagai tempat ibadah. Sudding pun meminta agar pemerintah memfasilitasi anak-anak dan remaja peserta retret, terutama yang mengalami trauma akibat melihat aksi kekerasan dan anarkisme.“Pastikan anak-anak yang menjadi korban kekerasan mental ini mendapat perlindungan dari Negara. Jika diperlukan, berikan fasilitas trauma healing,” ucap Sudding.Sudding juga mengapresiasi Polda Jawa Barat yang telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus perusakan rumah di Sukabumi ini. Polisi kini tengah mengembangkan kasus tersebut dan akan memberikan sanksi terhadap pihak yang terlibat."Usut tuntas dan tindak tegas pelanggaran akibat intoleransi agar kejadian seperti ini tidak berulang dan menjadi preseden buruk ke depan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dan harmoni kehidupan bermasyarakat di Indonesia,” pungkas Sudding. Rumah singgah atau vila di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, dirusak sejumlah warga saat sekelompok anak dan remaja beragama Kristen tengah menjalani retret pada Jumat, 27 Juni. Video aksi pembubaran ibadah umat kristiani itu lantas viral di media sosial.Rumah yang diketahui milik Maria Veronica Ninna di Desa Tangkil tersebut pun mengalami kerusakan parah. Mulai dari kaca jendela di hampir seluruh ruangan, pot bunga di taman dan di depan rumah, dua unit gazebo di pekarangan belakang rumah, kamar mandi di bagian belakang rumah, pintu gerbang rumah, hingga satu unit motor yang didorong warga ke sungai.Sekretaris Umum DPP Gamki, Alan Christian Singkali bahkan menyebut ada pengambilan paksa simbol keagamaan yakni salib, yang kemudian melukai batin umat kristiani dan merusak nilai toleransi yang menjadi pondasi bangsa.