Pisang Torpedo hingga Keladi Tikus, Dua Solusi Bioteknologi untuk Pangan dan Kesehatan

Wait 5 sec.

Varietas pisang Torpedo dan keladi tikus untuk ketahanan pangan dan kesehatan (Adelia /VOI)JAKARTA - Dalam menghadapi tantangan global seperti krisis pangan, peningkatan berbagai penyakit, dan ancaman kerusakan lingkungan, solusi berkelanjutan melalui ilmu pengetahuan menjadi sangat penting.Salah satu bidang yang memegang peran sentral dalam menjawab tantangan tersebut adalah bioteknologi tumbuhan, yang kini berkembang pesat di Indonesia melalui lembaga pendidikan dan riset.Menurut Prof. Dr. Nesti F. Sianipar, Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi Pangan dan dosen di Departemen Bioteknologi BINUS University, ketahanan pangan dan kesehatan adalah dua pilar penting yang tak terpisahkan dari keberlangsungan bangsa."Pertahanan pangan yang pertama, yang kedua adalah mengenai kesehatan, yang ketiga adalah faktor lingkungan. Jadi saya mau menyampaikan, yang pertama sekali memang kami ingin menjawab masalah nasional, yang dimana pada dasarnya penyakit atau kematian yang paling besar disebabkan oleh kanker," jelas Prof. Nesti, saat ditemui di BINUS Kampus Anggrek, Jakarta Barat pada Selasa, 1 Juli.Didasari oleh urgensi tersebut, tim peneliti dari Food Biotechnology Research Center (FBRC) BINUS University telah mengembangkan beragam inovasi berbasis tanaman lokal Indonesia, yang tidak hanya unggul secara bioteknologi tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan lingkungan.Salah satu hasil riset unggulan adalah pengembangan keladi tikus (Typhonium flagelliforme Lodd.), tanaman obat asli Indonesia yang dikenal memiliki sifat antikanker dan antioksidan.Sejak tahun 2012, Prof. Nesti dan timnya melakukan penelitian intensif terhadap keladi tikus menggunakan teknik kultur jaringan in vitro untuk meningkatkan kandungan senyawa bioaktifnya. Hasilnya, tiga varietas unggul berhasil dikembangkan, yaitu tipobio, typonesiaraga, dan binusantara 1.Ketiga varietas ini menunjukkan potensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan tanaman asalnya. Bahkan, dua di antaranya telah mendapatkan Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dari Kementerian Pertanian."Kami hadir di BINUS, meneliti tentang tanaman keladi tikus sebagai bahan baku obat pencegah kanker. Dan kami ini sudah menghasilkan tiga kualitas baru, yang memiliki nilai sepuluh kali lebih efektif sebagai bahan baku anti kanker," terang Prof. Nesti.Ekstrak dari varietas unggulan ini telah diuji secara in vitro terhadap sel kanker payudara (MCF-7) dan menunjukkan kemampuan sitotoksisitas tinggi, bahkan mampuenginduksi apoptosis sel kanker dalam waktu 24 jam.Tak hanya berhenti pada laboratorium, hasil riset ini kini diformulasikan menjadi produk fungsional bernama Tyherbs, suplemen dari ekstrak umbi keladi tikus yang dirancang untuk memelihara kesehatan dan membantu pencegahan kanker payudara."Jadi kalau izin BPOM-nya sudah keluar, diharapkan kita langsung bisa konsumsi bagian penderita," tambahnya.Produk ini saat ini tengah dalam tahap pengajuan izin edar ke BPOM dan akan segera tersedia dalam bentuk kapsul. Langkah ini merupakan bentuk nyata dari riset berbasis empowerment masyarakat dan hilirisasi hasil penelitian, sesuai dengan prinsip Positive Empowering yang diusung BINUS.Pengembangan pangan pisang TorpedoTak hanya fokus pada tanaman obat, FBRC BINUS juga turut berkontribusi dalam pengembangan pangan lokal, salah satunya melalui inovasi varietas pisang tanduk unggul yang dinamai Pisang TORPEDO.Pisang TORPEDO adalah hasil variasi somaklonal melalui kultur jaringan, yang dikembangkan sejak tahun 2013–2016. Varietas ini menunjukkan stabilitas hasil tinggi, dengan bobot per tandan lebih besar dibanding pisang tanduk pada umumnya."Satu pohon menghasilkan 17 kilogram. Jadi ini adalah salah satu jawaban atas masalah pangan nasional," ujar Prof. Nesti.Pisang ini juga memiliki nilai indeks glikemik rendah, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes. Bibit TORPEDO juga telah didaftarkan untuk mendapatkan perlindungan varietas tanaman dari Kementerian Pertanian.Melengkapi pendekatan holistik di bidang bioteknologi, program studi Bioteknologi BINUS University juga memproduksi berbagai produk eco-enzyme yang berbahan dasar sampah organik seperti kulit buah, air, dan gula.Produk ini kemudian difermentasi untuk menghasilkan cairan serbaguna yang berdaya antibakteri tinggi. Produk turunan eco-enzyme ini mencakup sabun cuci tangan alami, semprotan antibakteri serbaguna, dan deterjen cair ramah lingkungan.Uji laboratorium menunjukkan kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri seperti E. coli, Staphylococcus aureus, dan Bacillus cereus. Tak hanya itu, konsep eco-enzyme ini sangat sejalan dengan gerakan zero waste dan tujuan SDGs 13 (Aksi Iklim)."Kami sedang mengembangkan inovasi melalui eco engine yang ramah lingkungan dan mempunyai fungsi untuk limbah. Ini yang sudah kami kerjakan di Life Science," terang Prof. Nesti.Tak berhenti di situ, tim Life Science BINUS juga tengah mengeksplorasi potensi kecubung sebagai antiinflamasi alami dan pengganti obat anestesi ringan dalam dunia medis."Kecubung ini bisa digunakan nanti untuk inflamasi atau digunakan untuk bahan-bahan waktu operasi sebagai pengganti obat," kata Prof. Nesti.Pada momentum Dies Natalis ke-44 BINUS University, inovasi bioteknologi yang dipimpin oleh Prof. Dr. Nesti F. Sianipar menjadi tonggak penting kontribusi akademik dalam menjawab isu-isu nasional dan global. Mulai dari keladi tikus sebagai tanaman antikanker, pisang TORPEDO sebagai pangan masa depan, hingga eco-enzyme untuk keberlanjutan lingkungan, semuanya menjadi wujud nyata dari visi BINUS dalam 'Empowering the Society'."Kita berharap dari hasil positive empowering ini mendukung sustainable development goal. Dan yang kedua adalah meningkatkan ketahanan pangan. Yang ketiga adalah mengurangi limbah organik dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas melalui produk-produk yang dihasilkan." pungkas Prof. Nesti.