5 Hal yang Keliru Dipahami Tentang Slow Living

Wait 5 sec.

Ilustrasi hal yang keliru dipahami tentang slow living (Freepik)YOGYAKARTA - Slow living bukan sekadar tren gaya hidup, melainkan sebuah sikap yang sadar dan bermakna dalam menjalani kehidupan. Namun sayangnya, banyak yang salah mengira tentang filosofi ini. Yuk, kita luruskan bersama hal yang keliru dipahami tentang slow living.1. Malas atau tidak produktifSalah satu kesalahpahaman terbesar adalah menyamakan slow living dengan kemalasan. Padahal, menurut Rebecca Harrison dilansir Simple Life Explorers, Senin, 30 Juni, slow living adalah pilihan untuk mengelola waktu dan energi secara sadar, bukan sekadar lambat tanpa arah. Bahkan, kerap kali gaya hidup slow living dibuktikan dapat meningkatkan kreativitas dan efektivitas karena memberi ruang untuk refleksi.Ilustrasi hal yang keliru dipahami tentang slow living (Freepik) 2. Hanya bisa diterapkan oleh orang berkecukupanAda yang beranggapan kalau slow living hanya buat orang kaya yang punya banyak waktu. Nyatanya, lansir The Slow Life Company slow living adalah pola pikir. Artinya, siapa saja bisa melakukannya tanpa perlu mengubah seluruh gaya hidup . Jadi, Anda tidak perlu restrukturasi hidup besar‑besaran atau punya banyak uang.3. Hidup jadi monoton dan membosankanKarena ritmenya lebih tenang, banyak yang mengira hari-hari akan terasa membosankan. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa slow living justru membantu kita menikmati kegembiraan dalam keseharian kecil. Seperti memasak, bercakap dengan teman, berjalan di alam . Keterhubungan dengan diri sendiri dan lingkungan justru makin dalam.4. Slow living menolak teknologi modernBanyak yang mengira mereka harus meninggalkan gadget atau tinggal di pedesaan. Faktanya, slow living tidak melarang teknologi, melainkan mendorong kita untuk menggunakannya secara sadar. Bukan soal tinggalkan gadget, tetapi mengontrolnya dengan pilih kapan dan bagaimana teknologi digunakan, bukan sebaliknya.5. Harus pindah ke desa atau jauh dari hiruk-pikuk kotaAnggapan ini cukup umum, slow living hanya bisa dilakukan di desa atau tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Namun, gaya hidup ini konsep yang lahir sebagai tanggapan terhadap budaya cepat di kota, bukan kabur dari kota, tapi belajar hadir di sana. Untuk melakukannya, Anda cukup mulai dengan menghargai momen sederhana di lingkungan sekitar, tanpa perlu pindah rumah.Mispersepsi atau kesalahpahaman tentang slow living membikin orang menilai kurang ambisius, boros, atau terkesan anti-modern. Padahal, slow living justru menawarkan kejelasan prioritas, kesehatan mental, dan kualitas hidup. Penting dipahami, slow living bukan tentang hidup lambat tanpa tujuan, tetapi tentang tinggal dengan nilai, kesadaran, dan makna.