Hukum ragu terkena najis. (Pixabay)YOGYAKARTA - Di antara keistimewaan Islam yaitu bahwa ajaran ini diturunkan untuk melapangkan kesempitan dan kesusahan dari manusia. Salah satunya mengenai persoalan najis atau hukum ragu terkena najis atau tidak. Islam tidak membebani seseorang untuk mempertanyakan tentang kesucian atau kenajisan suatu benda jika dia tidak mengetahuinya. Sebelum mengetahui hukum ragu terkena najis atau tidak, terlebih dahulu akan kita bahas macam-macam najis di bawah ini.Macam-macam NajisNajis MughallazhahNajis ini tergolong najis berat, yang termasuk ke dalamnya adalah anjing, babi, dan binatang yang lahir dari persilangan antara anjing dan babi, atau keturunan silang dengan hewan lain yang suci.Najis MutawassithahNajis jenis ini adalah najis tingkat sedang, ada 15 macam najis yang masuk ke dalam kategori sedang, antara lain:Air kencing selain kencing bayi laki-laki di bawah dua tahun yang belum makan apa-apa selain air susu ibu.Setiap benda cair yang memabukkan (arak atau minuman keras).Madzi, yaitu cairan berwarna putih agak pekat yang keluar dari kemaluan. Cairan madzi biasanya keluar ketika syahwat sebelum memuncak (ejakulasi).Wadi, yaitu cairan putih, keruh, dan kental yang keluar dari kemaluan. Wadi biasanya keluar setelah kencing ketika ditahan atau di saat membawa benda berat.Kotoran hewan, baik yang bisa dimakan dagingnya atau tidak.Tinja atau kotoran manusia.Air luka yang berubah baunya.Nanah, baik kental atau cair.Air empedu.Darah, baik darah manusia atau lainnya, selain hati dan limpa.Muntahan, yakni benda yang keluar dari perut ketika muntah.Kunyahan hewan yang dikeluarkan dari perutnya.Semua bagian tubuh dari bangkai, kecuali bangkai belalang, ikan, dan jenazah manusia. Yang dimaksud bangkai dalam istilah fikih adalah hewan yang mati tanpa melalui sembelihan secara syara' seperti mati sendiri, terjepit, ditabrak kendaraan, atau lainnya.Air susu hewan yang tidak bisa dimakan dagingnya. Sedangkan air susu manusia dihukumi suci, kecuali jika keluar dari anak perempuan yang belum mencapai umur baligh (9 tahun), maka dihukumi najis.Organ hewan yang dipotong/terpotong ketika masih hidup (kecuali bulu atau rambut hewan yang boleh dimakan dagingnya).Najis MukhaffafahNajis ini tergolong jenis yang ringan. Ada beberapa jenis najis yang masuk ke dalam kategori ringan, antara lain:Kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa selain ASI dan belum mencapai umur 2 tahun.Adapun untuk bayi perempuan masuk ke dalam kategori sedang (Mutawassithah).Hukum Ragu Terkena Najis atau TidakHal ini sesuai dengan prinsip bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu suci. Dalam kitab Panduan Shalat An-Nisaa, Abdul Qadir Muhammad Manshur menjelaskan apabila seseorang terkena benda yang lembab pada malam hari tanpa memahami hakikatnya, maka dia tidak mendapatkan kewajiban untuk mencium atau mengetahui asal usul benda tersebut. Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Sayyidina Umar bin Khattab pernah melewati sebuah jalan. Tiba-tiba dia kejatuhan sesuatu dari talang rumah. Pada saat itu Sayyidina Umar ditemani oleh salah satu rekannya. Rekan Sayyidina Umar tersebut berkata, "Wahai pemilik talang! Airmu ini suci atau najis?". Sayyidina Umar pun berkata, "Wahai pemilik talang, jangan beri tahu kami. Sungguh, kita telah dilarang untuk menyusahkan diri."Demikian pula jika seseorang terpapar debu jalanan, maka dia tetap suci dan tidak perlu mempersulit dirinya sendiri. Dia telah dimaafkan sebab hal ini menimpa semua orang. Kumail bin Ziyad berkata, "Aku melihat Sayyidina Ali berlumuran lumpur hujan, lalu dia masuk ke dalam masjid mengerjakan sholat tanpa mencuci kedua kakinya."Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kami dulu mengerjakan sholat bersama Nabi Muhammad SAW dan tidak berwudhu karena kotoran yang kami injak." (HR Thabrani). Abu Umamah berkata, "Rasulullah SAW tidak berwudhu karena kotoran yang beliau injak."Dengan kata lain, beliau tidak mengulangi wudhu karena kaki beliau terkena kotoran. Dengan demikian, yang dimaksud di sini adalah wudhu yang dikenal dalam syariat. Namun, ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wudhu secara etimologis, sehingga maknanya: beliau tidak mencuci kaki beliau karena terkena debu jalanan dan sebagainya.Demikianlah ulasan tentang hukum ragu terkena najis atau tidak. Semoga bermanfaat. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.