Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). (ANTARA)JAKARTA - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikenal aktif menyuarakan supaya prajurit TNI aktif tak ikut politik. Netralitas mereka harus dijaga. Namun, bukan berarti tak bisa. Militer aktif harus mengundurkan diri terlebih dahulu lalu baru boleh masuk dunia politik.Potret itu ditunjukkan kala anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mencoba masuk arena politik lewat Pilgub DKI Jakarta 2017. AHY sebagaimana yang disuarakan SBY memilih mundur sebagai prajurit TNI aktif, Kemudian ikut kontestasi politik.Kiprah SBY sebagai presiden Indonesia pernah dikagumi banyak pihak. Ia memang bukan sosok yang sempurna. Namun, untuk beberapa hal sikap SBY mendapat pujian dari banyak pihak. Sikap itu terlihat kala SBY memilih untuk netral pada Pilpres 2014.Ia tak memihak kepada kubu Prabowo Subianto. Ia tidak pula merapat kepada kubu Joko Widodo (Jokowi). Netralitasnya terlihat juga lewat keputusan SBY tak banyak aktif dalam aktivitas kampanye Partai Demokrat.Kondisi itu memang membuat Partai Demokrat berpotensi kehilangan banyak suara. Namun, Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Begitulah jalan yang dipilih oleh SBY. Ia bak ingin memberikan contoh kepada pemimpin Indonesia berikutnya bagaimana seorang pemimpin harus bersikap.Agus Harimurti Yudhyono (kedua dari kanan) saat masih berdinas di militer dan bertugas dalm sebuah operasi di Aceh pada 2006. (Wikimedia Commons)Pujian kepada SBY bukan hanya hadir lewat keputusan netralnya belaka. Ia dipuji karena jadi orang paling aktif mengingatkan supaya TNI bersikap netral dalam gelaran kontestasi politik pada Pilpres 2014. Ia menilai prajurit TNI aktif tak bisa masuk dalam dunia politik.SBY meyakini hal itu adalah salah satu titah reformasi ABRI. SBY beralasan. Ia mencoba menjaga wibawa seorang prajurit TNI aktif. Narasi itu didengungkan karena jika TNI tak netral kondisi negara jadi terganggu dan kacau balau. Alhasil, demokrasi yang didengungkan di mata dunia tercoreng.“Prediksi tahun 2013 dan 2014 adalah tahun politik mengundang komentar berbagai kalangan. Tak urung Presiden, SBY dan Wapres, Boediono mengingatkan, pentingnya diperhatikan tahun politik ini. Presiden, SBY mengatakan, semua abdi negara, termasuk pejabat jajaran pemerintahan dalam Pemilu harus benar-benar netral dan mendidik, terlebih TNI dan Polri.”“Netral, tidak berpihak, dan tidak melakukan sesuatu yang keluar dari aturan UU dan etika. Bagi jajaran Anggota Kabinet serta para Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berasal dari partai politik, ketika harus menjalankan misi politik dalam rangkaian Pemilu 2014 mendatang,” terang Achmad Fachrudin dalam buku Jalan Terjal Menuju Pemilu 2014 (2013).Mundur dari TNIBoleh jadi SBY tak berkuasa lagi. Namun, pesannya supaya prajurit aktif TNI tak masuk dunia politik terus menggema. Sikap SBY bukan hanya ditunjukkan lewat kata-kata belaka. SBY justru membuktikan omongannya lewat jalan hidup anaknya, AHY.Kala itu AHY terhitung berprestasi di dunia militer. AHY saja tercatat sebagai sebagai lulusan terbaik AKMIL dan berhak menyandang anugerah Adhi Makayasa pada 2000. Pangkat AHY terakhir adalah mayor.Namun, AHY mencoba meninggalkan segala kala ia dijagokan sebagai kuda hitam dalam Pilgub DKI Jakarta 2017. AHY sebagaimana yang disuarakan SBY memilih mundur sebagai prajurit TNI aktif pada 24 September 2016.Agus Harimurti Yudhoyono ketika mengikuti Pilgub DKI Jakarta 2017 berpasangan dengan Sylviana Murni. (Wikimedia Commons)AHY mengaku keputusan itu tak mudah. Tangis haru menghiasi keputusannya. Ia telah aktif belasan berdinas sebagai prajurit. Namun, ia merasa pengabdian kepada negara terus dapat dilakukan. Sekalipun langkahnya kali ini bukan di militer, tapi lewat dunia politik.Mundurnya AHY dari TNI disambut dengan gegap gempita. Opsi yang diambilnya dipuji banyak pihak. Setelahnya, AHY baru resmi memilih maju ke dunia politik. Ia didukung penuh oleh Koalisi Cikeas -- Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional (PAN).AHY pun dipasangkan dengan Sylviana Murni yang notabene Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Keduanya membawa jargon: Jakarta untuk Rakyat. Namun, Pilgub Jakarta 2017 tak mudah ditaklukkan.Agus-Sylvi memang kalah. Kekalahan itu diakui AHY. Ia lalu memilih jalan lain mengabdi di dunia politik dengan membawa Partai Demokrat aktif dalam meningkat hajat hidup rakyat Indonesia. Bahkan, hingga saat ini.“Terus terang dengan hati yang berat, karena lebih dari 15 tahun saya berdinas di dunia keprajuritan, di jajaran TNI yang saya cintai dan saya banggakan. Namun saya mengatakan bahwa saya siap untuk melakukan pengabdian yang lain yaitu di dunia politik dan pemerintahan. Mohon maaf, sejatinya sebenarnya dari TNI pulalah saya belajar dan punya prinsip bahwa mengabdi untuk masyarakat, negara dan bangsa tidak mengenal batas waktu dan wilayah penugasan.""Saya dan ibu Syiviana Murni bertekad dan berusaha sekuat tenaga membuat DKI Jakarta semakin maju, semakin aman, semakin tertib, ekonominya makin tumbuh, masyarakatnya makin sejahtera, kesenjangan sosial tidak semakin menjadi jadi, hukum dan keadilan semakin tegak, kejahatan dapat semakin terus kita perangi, lingkungan kita makin terjaga, pemerintahan dikelola makin tertib,” ujar AHY dalam pidatonya di DPP Partai Demokrat sebagaimana dikutip laman ANTARA, 24 September 2016.