Wakil Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Afriansyah (kiri). Foto: Theresia Agatha/VOI JAKARTA - Aturan pemerintah terkait pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal mulai 18 Oktober 2024 menuai banyak polemik. Polemik itu mulai dari pemerintah yang dituduh mengambil keuntungan banyak hingga pelaku usaha ypllang mengeluhkan soal mahalnya pembuatan sertifikasi halal.Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 mengatur kewajiban sertifikasi halal tahap pertama bagi produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan dengan masa tahapan yang akan berakhir pada 17 Oktober 2024.Wakil Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Afriansyah Noor tak menampik bahwa pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal memang sempat menimbulkan sejumlah masalah, khususnya bagi para pelaku usaha."Nah, dalam 4 bulan lebih ini saya banyak komunikasi dengan teman-teman di Badan Halal (BPJPH). Banyak berdiskusi lah kami wajib PP 39 sekarang ini membuat teman-teman ribet. Betul, kan? Betul, dulu mbak santai saja karena belum wajib," ujar Afriansyah dalam agenda Sosialisasi Jaminan Produk Halal bertajuk 'Peningkatan Peran Aprindo dan BPJPH tentang Kebijakan Pemerintah (UU No. 33/2014 & PP No. 39/2021) di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 24 Februari."Nah sekarang karena sudah diwajibkan mau tak mau produk bapak/ibu semua itu harus disertifikasi halal. Harus bersertifikasi halal muncul masalah," sambungnya.Afriansyah menyebut, kewajiban sertifikasi halal tersebut mulai digaungkan menjelang Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengser pada 2024 lalu."Kalau enggak ada begini, aman saja.Kami dagang saja terus, nggak ada urusan. Nah, karena ada timbul peraturan pemerintah soal wajib produk halal menjelang Pak Jokowi pensiun 2024 akhirnya wajib halal itu berlaku untuk makanan minum (mamin)," ucap dia."Nah yang wajib ini tidak bisa kami tunda, karena bermasalah nanti di pengawasan. Dan timbul aparat hukum melakukan tindakan-tindakan," tambahnya.Dengan banyaknya keluhan yang diterima BPJPH selama ini, kata Afriansyah, pihaknya pun akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan semua stakeholder terkait.Menurut dia, keluhan yang paling banyak diterima adalah mahalnya biaya untuk mengurus sertifikasi halal. Bahkan, kata dia, BPJPH dituduh meraup keuntungan besar dalam proses tersebut."Kami mau urus, ada yang mahal Pak Pak Waka (Wakil Kepala BPJPH) Pak Kepala Badan (BPJPH). Ini gimana kalau kami punya lebih dari 10 outlet, 100 outlet. Tiba-tiba muncul tagihan seperti apa," tuturnya."Oleh karena itu, saya sepakat seluruh stakeholder di ranah halal ini harus duduk bersama memberikan masukan. (Soalnya) kami ini BPJPH dituduh mengambil keuntungan yang luar biasa. Padahal, di situ yang mengambil keuntungan itu bukan kami, tapi LPH (Lembaga Penjamin Halal)," sambungnya.Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan itu menambahkan, dari total 80 LPH, 40 di antaranya aktif dan yang monopoli ada sekitar 8 LPH. "Nah ini yang harus kami tertibkan. Kalau pemerintah kecil sekali dapatnya, per sertifikasi itu Rp300.000, ya. Kecil!" ungkapnya.Oleh karena itu, lanjut Afriansyah, perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut terkait implementasi aturan tersebut. Sehingga, nantinya tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya kewajiban sertifikasi halal."Memang dengan adanya aturan-aturan yang kami bikin, ya, Badan Halal (BPJPH) sendiri bikin. Kemudian pemerintah juga bikin, nah ini yang harus kami dudukkan bersama. Sehingga pelaku usaha, pemerintah dan pengambil kebijakan ini tidak dirugikan. Itu saja," pungkasnya.