Sudah Dikadali BBM Oplosan, Mari Ajukan Gugatan Class Action ke Pertamina

Wait 5 sec.

Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina di Kejaksaan Agung, Jakarta, 25 Februari 2025. (ANTARA/Rivan Awal Lingga)JAKARTA – Kasus dugaan korupsi impor minyak yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung) belum lama ini membuat geger masyarakat. Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, korupsi ini tidak hanya merugikan negara, tetapi telah merampok jutaan rakyat yang menjadi konsumen Pertamax.Kasus korupsi ini telah menyeret tujuh orang tersangka yang berasal dari jajaran direktur anak usaha Pertamina dan pihak swasta. Ketujuh tersangka tersebut adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi (YK), dan Vice President Feedstock Management PT KPI Agus Purwono (AP).Tersangka lainnya adalah Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.Adapun dua tersangka baru yang ditetapkan Kejagung yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.Para tersangka korupsi pengadaan BBM Pertamina yang menyebabkan kerugian negara, sekaligus masyarakat hingga Rp193,7 triliun. (Facebook)Kejagung menyebut adanya dugaan pengoplosan BBM dalam kasus korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan diduga melakukan pembelian minyak bumi dengan kualitas RON 90 (Research Octan Number) atau setara Pertalite dan di bawahnya. Kemudian ini diolah kembali di depo, namun dijual dengan tipe RON 92 (Pertamax).“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, di Gedung Kejagung Jakarta, Senin (24/2/2025).Rakyat TertipuHeboh kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga benar-benar membuat masyarakat kecewa. Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi mengatakan, korupsi ini tidak hanya merugikan negara hingga hampir Rp200 triliun, tetapi juga merampok jutaan rakyat yang menjadi konsumen Pertamax.Bagaimana tidak, rakyat yang sengaja memberi Pertamax justru mendapat BBM oplosan. Kata Fahmy, masyarakat jadi merasa tertipu setelah kasus ini terbongkar.Apalagi modus operandinya dengan markup impor minyak mentah dan BBM, serta upgrade blending BBM dari Pertalite (Ron 90) menjadi Pertamax (Ron 92)."Dalam praktiknya minyak mentah produksi dalam negeri ditolak diolah di kilang Pertamina dengan alasan spesifikasinya tidak sesuai dengan kualifikasi kilang Pertamina, sehingga harus impor minyak mentah untuk diolah di kilang dalam negeri," kata Fahmy.Pengendara mengisi BBM jenis Pertamax di salah satu SPBU di kawasan Tanjung Barat, Jakarta, Rabu (1/1/2025). (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU)"Dengan alasan kapasitas kilang tidak memenuhi, maka BBM masih harus impor dalam jumlah besar. Harga impor minyak mentah dan BBM itu telah di-markup sehingga merugikan keuangan negara yang harus membayar impor tersebut lebih mahal," sambungnya.Tak hanya itu, Fahmy juga mengatakan penggelembungan juga dilakukan pada kontrak pengiriman atau shipping dengan tambahan biaya ilegal sebesar 13 persen hingga 15 persen. Itu sebabnya, tindak pidana korupsi itu tidak hanya merampok uang negara, tetapi juga merugikan masyarakat.Juru bicara Pertamina Patra Niaga membantah tudingan pengoplosan Pertamax. Ia juga menjamin kualitas Pertamax sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu RON 92."Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax," jelas Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, dalam keterangan resminya pada Selasa (25/2).Menuntut Ganti RugiTapi masyarakat kadung kecewa. Bantahan dari Pertamina pun tak diterima begitu saja. Tak hanya itu, tahun lalu juga sempat viral keluhan warganet karena mesin kendaraan yang rusak. Saat itu dugaannya BBM yang digunakan tidak berkualitas baik.Setelah kasus korupsi Pertamina mengemuka dengan nilai kerugian diduga hampir Rp1 triliun dari 2018 sampai 2023, masyarakat mengaitkan kejadian tahun lalu dengan apa yang terjadi sekarang. Mungkinkah kerusakan mesin yang terjadi secara tiba-tiba itu akibat Pertamax oplosan?Warganet pun mulai menyuarakan rencana menuntut ganti rugi kepada Pertamina.Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) memastikan bahwa kualitas bahan bakar Pertamax di salah satu SPBU di Cibinong (ANTARA/HO-Pertamina Regional Kalimantan)“Kita sebagai konsumen yang dirugikan harus dpt ganti rugi, bayangin kendaraan yang harusnya pakai pertamax, ternyata isinya oplosan, potensi kerusakan kendaraan kita bagaimana, pantes saja tahun lalu sering ganti filter,” kata pengguna medsos X.Ketua Komunitas Konsumen Indonesia mengatakan, kekhawatiran konsumen adalah sesuatu yang wajar dengan adanya isu Pertamax oplosan ini. Menurutnya, konsumen berhak atas kualitas dari barang yang dibelinya sesuai dengan harga, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.“Ini juga menyangkut soal keselamatan. Kalau misalnya mobil itu mogok di jalan tol, terus terjadi kecelakaan, kan susah juga. Ini ilustrasi saja,” ucap David.David menambahkan, setiap konsumen berhak untuk melakukan gugatan, meski dari hasil (gugatan) ini ditentukan juga oleh pembuktian yang diajukan konsumen.“Jadi, saran saya, sebelum menggugat, lebih baik menunggu dulu hasil investigasi internal maupun eksternal supaya tidak prematur," imbuhnya.David menekankan pihaknya sebagai perwakilan konsumen Indonesia mendesak Pertamina sebagai produsen Pertamax dan Pertalite "harus memberikan klarifikasi dan penjelasan yang selengkap-lengkapnya tentang hal ini".Gugatan Class ActionSementara itu, pengamat hukum pidana Masykur Isnan menuturkan dalam hal ini terbukti secara nyata hak konsumen telah dilanggar, di antaranya hak atas keterbukaan informasi produk, memilih produk sesuai nilai tukar,keadaan atau kondisi produk dan jaminan atas produk.Dari kasus ini, menurut Isnan, ada potensi yang lebih fatal yaitu munculnya ketidakpercayaan publik atas produk yang dihasilkan oleh pemerintah, sangat mungkin merembet pada produk-produk lainnya.Terkait kerugian, konsumen berhak untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme gugatan yang telah diatur dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentak dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025). (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc)“Gugatan bersama-sama (class action) karena mengalami kerugian yang sama bisa menjadi pilihan, tanpa mengesampingkan proses hukum pidana yang berjalan,” ujar Isnan kepada VOI.Di lain sisi, Masykur Inan mendorong pemerintah untuk lebih aktif, baik itu BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) dan kementrian teknis terkait (Kementrian ESDM dan BUMN) untuk menangani dan melakukan perbaikan ke depan sesegera mungkin.“Kepercayaan publik atas perlindungan hak warga negara kepada pemerintah sedang diuji,” pungkasnya.