Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ANTARA)JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan praktik pemerasan izin tenaga kerja asing (TKA) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak hanya terjadi sejak tahun 2019 hingga 2024.Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menyebut, pemerasan terhadap pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) sudah terjadi sejak tahun 2012. Di mana, saat itu kementerian dipimpin Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans)."Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan, memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012," kata Budi kepada wartawan, Jumat, 6 Juni.KPK pun membuka peluang memanggil para mantan menteri Kemnaker untuk dimintai keterangan mengenai dugaan pemerasan TKA.Jika dihitung dalam rentang waktu 2012 hingga 2024, menteri yang menjabat yakni Cak Imin pada Oktober 2009 hingga Oktober 2014, Hanif Dhakiri pada Oktober 2014 hingga Oktober 2019, dan Ida Fauziyah yang menjabag pada Oktober 2019 hingga September 2024."Pasti akan kita klarifikasi terhadap beliau-beliau, terhadap praktik yang ada di bawahnya, karena secara managerial beliau-beliau adalah pengawasnya. Apakah praktik ini sepengetahuan atau seizin atau apa, perlu kami klarifikasi," urai Budi.Sementara itu, informasi sumber VOI, KPK disebut sudah mengendus peran staf khusus (stafsus) Menteri Tenaga Kerja (Kemnaker) periode 2019-2024 dalam kasus ini.Adapun politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hanif Dhakiri duduk sebagai Menaker pada periode 2013-2019. Sedangkan pada 2019-2024, posisi ini ditempati Ida Fauziyah dari partai yang sama.“Ada indikasi staf Menaker pada periode 2019-2024 melakukan penerimaan (dari pemerasan TKA, red). Tapi, informasi ini tentunya perlu didalami lagi,” kata sumber VOI, Rabu malam, 4 Juni.Diberitakan sebelumnya, KPK mengumumkan delapan tersangka kasus pemerasan pengurusan izin tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) periode 2019-2024.Dua di antaranya adalah Suhartono dan Haryanto yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka diduga ikut merasakan aliran duit pemerasan dari agen TKA yang nilainya mencapai Rp53,7 miliar.Sementara untuk tersangka lainnya adalah Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA Kemnaker; Devi Anggraeni selaku Koordinator Uji Kelayakan PPTKA periode 2020-Juli 2024 kemudian jadi Direktur PPTKA periode 2024-2025; Gatot Widiartono selaku Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian Ketenagakerjaan; serta Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad yang merupakan staf di Ditjen Binapenta dan PPK.Kasus ini bermula ketika perintah memeras pemohon disampaikan oleh Suhartono dan Haryanto selaku eks Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker serta dua eks Direktur PPTKA Kemnaker Wisnu Pramono dan Devi Angraeni. Permintaan ini kemudian dieksekusi Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad selaku verifikator.Modusnya disebut KPK dengan mengutamakan agen TKA yang memberi uang untuk mengurus berkas Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Sedangkan mereka yang tidak memberi uang diulur pengajuannya bahkan tidak diproses.