Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo. (foto: dok. antara)JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah membuka babak baru dalam demokrasi elektoral Indonesia, dengan memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah mulai Pemilu 2029 mendatang.Dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta pada Sabtu 5 Juli, pria yang akrab disapa Bamsoet itu menjelaskan bahwa pemilu nasional, yang mencakup pemilihan presiden, DPR, dan DPD, akan tetap dilaksanakan secara serentak pada 2029. Namun, pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan anggota DPRD akan dijadwalkan paling cepat dua tahun dan paling lama dua setengah tahun setelahnya, yakni pada 2031."Skema pemilu serentak yang digunakan sejak 2019 tidak akan diterapkan lagi pada 2029. DPR, pemerintah, serta partai-partai politik tidak memiliki ruang untuk menolak putusan MK tersebut karena bersifat final dan mengikat," ujar Bamsoet.Amandemen dan Revisi Undang-UndangBamsoet memaparkan dua langkah yang harus segera diambil untuk menindaklanjuti putusan tersebut. Pertama, MPR RI dapat melakukan amandemen terbatas terhadap UUD NRI 1945 guna memberikan payung hukum konstitusional bagi pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah."Amandemen ini tidak perlu mengubah banyak hal. Cukup menyesuaikan norma dalam pasal-pasal terkait kedaulatan rakyat, sistem pemilu, dan masa jabatan, agar konstitusi mendukung skema pemisahan ini," kata Bamsoet, yang juga dikenal sebagai dosen tetap hukum program doktor di Universitas Pertahanan RI.Langkah kedua adalah merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Revisi itu diperlukan untuk menyelaraskan jadwal pemungutan suara, masa jabatan anggota DPRD, serta masa transisi pemerintahan daerah dari hasil Pilkada 2024 ke Pilkada 2031.“Revisi ini penting agar pemisahan antara rezim pemilu nasional dan rezim pilkada bisa terlaksana dengan tertib dan tidak menimbulkan kekosongan kekuasaan atau konflik kewenangan,” tegas Bamsoet.Gugatan Perludem dan Putusan MKPutusan MK yang dimaksud merupakan hasil dari uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terhadap Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Pemilu. Pasal tersebut menyatakan bahwa pemungutan suara dilaksanakan secara serentak, yang selama ini dipahami sebagai kewajiban seluruh jenis pemilihan dilakukan dalam waktu bersamaan.Namun, MK menyatakan bahwa frasa "serentak" tidak bisa dimaknai secara kaku, dan membolehkan pemisahan antara pemilu nasional dan daerah, asalkan tetap menghormati prinsip efisiensi, rasionalitas penyelenggaraan pemilu, serta hak pilih rakyat yang dijamin konstitusi.Dengan putusan ini, Indonesia dihadapkan pada masa transisi penting dalam sistem pemilunya, di mana perencanaan yang matang dan penyesuaian regulasi menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan demokrasi elektoral yang inklusif dan efektif.