Peta Baru Racikan AS untuk Libanon

Wait 5 sec.

Islam Times.com' target='_blank'>Islam Times - Pemerintahan Donald Trump kembali mengaktifkan proyek Timur Tengah Baru dengan fokus pada Libanon. Negara itu menyiapkan peta jalan yang mengobral banyak janji ekonomi dan slogan reformasi yang tampak indah dengan harapan dapat menyingkirkan Hizbulllah dari peta politik. Dilansir dari Alwaght, utusan khusus AS untuk Suriah, Thomas Barrack, baru-baru ini mengumumkan bahwa jika para pejabat Libanon ingin rezim Israel mundur dari Libanon selatan, maka mereka harus melucuti senjata Hizbullah sebelum bulan November.Peta jalan yang Barrack terdiri dari enam halaman dan ia menginginkan tanggapan dari pihak berwenang Libanon pada awal Juli. Peta jalan itu menekankan pelucutan senjata Hizbullah dan kelompok bersenjata lainnya di Libanon dengan alasan bahwa senjata seharusnya hanya berada di tangan pemerintah Libanon.Pemerintah Libanon kini menyiapkan draft tanggapan. Sebuah komite yang terdiri dari perdana menteri, presiden, dan ketua parlemen Libanon dijadwalkan memberikan tanggapan terhadap peta jalan tersebut.Tapi rakyat Libanon masih mengingat pahitnya pengalaman perjanjian gencatan senjata sebelumnya. Karena itu Libanon menuntut jaminan dari pihak Amerika.“Dalam draft ini, Libanon akan menuntut jaminan bahwa Israel akan berhenti melanggar gencatan senjata, mundur dari lima titik sengketa, membebaskan para tahanan, menetapkan batas wilayah, serta mengizinkan rekonstruksi Lebanon,” kata salah satu sumber Libanon yang mengetahui masalah tersebut.Libanon dan rezim Israel menandatangani perjanjian gencatan senjata pada Desember tahun lalu setelah dua bulan konflik. Tentara pendudukan seharusnya mundur dari Libanon selatan, lalu tentara Libanon bersama pasukan UNIFIL dikerahkan di wilayah tersebut, sementara pasukan Hizbullah mundur ke perbatasan Sungai Litani.Namun, pasukan Israel masih bercokoldi wilayah tersebut dengan berbagai dalih, termasuk tuduhan bahwa Hizbullah tidak memenuhi komitmennya dalam gencatan senjata. Selama periode tersebut, mereka telah melanggar gencatan senjata ratusan kali, menewaskan dan melukai puluhan warga Libanon. Namun, pihak Barat justru terus menekan pemerintah Beirut, dengan alasan bahwa satu-satunya cara agar tentara Israel mundur dari Libanon selatan adalah dengan melucuti senjata Hizbullah.Upaya Mendorong Lebanon Menuju Normalisasi dengan IsraelUsulan baru AS pada hakikatnya merupakan awal menuju normalisasi antara Beirut dan Tel Aviv. Hizbullah, sebagai kekuatan utama perlawanan terhadap pendudukan Israel, merupakan penghalang strategis dan ideologis bagi setiap interaksi resmi dengan Israel. Oleh karena itu, Israel percaya bahwa Hizbullah harus disingkirkan dengan segala cara.Sementara itu, Sekjend Syekh Naim Qassem, berulang kali memperingatkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat melucuti senjata gerakan perlawanan karena itu akan melemahkan Libanon dan menjadi awal dari ekspansionisme serta pendudukan oleh Israel.Lewat pengalamannya, rakyat Libanon melihat bahwa baik Trump maupun Israel tidak dapat dipercaya.Trump yang tidak konsisten berulang kali menunjukkan bahwa kebijakannya melayani kepentingan Tel Aviv dan lobi Israel. Kesepakatan seperti “Deal of the Century”, pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina, dan tekanan terhadap Poros Perlawanan yang dipimpin Iran adalah contohnya. Rezim Israel, dengan puluhan tahun pendudukan, agresi di tanah Libanon, teror, pengepungan, dan pelanggaran terus-menerus terhadap resolusi internasional, tidak memiliki dasar moral atau hukum untuk mengklaim keamanan atau perdamaian.Tujuan utama dari proyek ini sebenarnya adalah untuk menyelamatkan rezim Israel dari krisis keamanan, politik, dan sosial. Rezim pencaplok tanah itu kini menghadapi krisis legitimasi di dalam negeri dan tekanan dari perlawanan di luar. Washington berusaha mengubah keseimbangan kekuatan demi keuntungan Tel Aviv dengan melemahkan struktur nasional dan identitas negara-negara di kawasan. Namun, hasil pemilu kota-kota di Libanon baru-baru ini menunjukkan bahwa popularitas kubu Perlawanan masih terjaga, bahkan meningkat. Rakyat Libanon menunjukkan bahwa mereka waspada terhadap plot asing dan menganggap perlawanan sebagai aset, bukan hambatan. Pada akhirnya, usulan AS untuk melucuti Hizbullah dan mendorong Libanon menuju rekonsiliasi dengan Israel hanyalah pengulangan dari rencana gagal dengan kemasan baru, yang tidak mempertimbangkan realitas lapangan di kawasan maupun kehendak rakyat Libanon.Di saat Hizbullah telah menjadi tulang punggung keamanan dan martabat Libanon, upaya untuk menyingkirkannya dengan janji kosong dan tekanan asing akan menemui kegagalan. Rakyat Libanon yang telah meraih kemenangan atas pendudukan Israel berkat Hizbullah, tidak akan pernah rela kehilangan aset berharga ini.[IT/AR]