4.000 Tukik Dilepasliarkan di Pulau Serangan sebagai Upaya Konservasi Penyu

Wait 5 sec.

TCEC mencatat dalam kurun waktu satu tahun terakhir sebanyak 4.000 tukik dilepasliarkan di Pulau Serangan, Denpasar, Bali. (ANTARA)JAKARTA - Pelepasliaran tukik di Pulau Serangan, Denpasar, Bali, menjadi simbol komitmen masyarakat dan lembaga konservasi dalam menjaga kelestarian spesies penyu yang kian terancam.Dalam satu tahun terakhir, sebanyak 4.000 anak penyu (tukik) telah dikembalikan ke habitat aslinya di laut Serangan, sebagai bagian dari langkah pelestarian satwa laut dilindungi tersebut.Menurut Ketua Pusat Edukasi dan Konservasi Penyu (TCEC) Serangan, I Wayan Indra, wilayah Pantai Serangan yang termasuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali merupakan salah satu kawasan penting bagi penyu bertelur dan berkembang biak secara alami."Pantai ini adalah tempat strategis yang menjadi lokasi singgah dan bertelur bagi berbagai jenis penyu," ujar Indra di Denpasar, seperti dikutip ANTARA.TCEC secara berkala melakukan kegiatan pemantauan dan relokasi telur penyu yang berada di area yang dianggap rawan terganggu atau tidak aman. Proses ini dilakukan di dalam area KEK Kura Kura Bali yang dikelola oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID), dengan koordinasi dan izin dari pihak pengelola kawasan."Setiap kali ada aktivitas pengawasan atau pendataan penyu, kami selalu mendapat akses penuh. Tidak pernah ada kendala dalam kerja sama ini," imbuhnya.Jika telur ditemukan di lokasi dengan risiko tinggi terhadap keselamatan tukik—misalnya karena pasang laut, erosi, atau aktivitas manusia—maka telur-telur tersebut akan dipindahkan ke pusat konservasi untuk proses penetasan yang lebih terkontrol. Namun, bila lingkungan dianggap cukup aman, penetasan tetap dilakukan secara alami di pantai.Tiga spesies penyu yang paling sering ditemukan bertelur di Pulau Serangan adalah penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata)—semuanya termasuk spesies yang dilindungi.Selain menjalankan program konservasi, TCEC juga aktif memberikan edukasi lingkungan kepada masyarakat dan wisatawan. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Kota Denpasar, selama tahun 2024, TCEC telah dikunjungi oleh lebih dari 59 ribu orang, yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, turis lokal dan internasional, hingga tamu negara, termasuk delegasi Konferensi Tingkat Tinggi G20 tahun 2022.Indra menyampaikan bahwa banyak anak-anak sekolah yang baru pertama kali menyaksikan tukik secara langsung dan belajar mengenai siklus hidup penyu melalui kunjungan edukatif ini.Ia menekankan bahwa pelestarian penyu bukan hanya menyelamatkan satu spesies, tetapi juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut serta melestarikan budaya lokal yang telah lama bersinggungan dengan laut dan satwa penyu.“Konservasi tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi erat antara pihak swasta seperti BTID, pemerintah, Desa Adat Serangan, dan masyarakat. Hanya dengan kerja sama yang solid, kita bisa memastikan penyu tetap menjadikan Serangan sebagai rumahnya,” tutup Indra.