Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan museum harus menjadi ruang hidup budaya yang dekat dengan publik. (IST)YOGYAKARTA - Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menegaskan museum harus menjadi ruang hidup budaya yang dekat dengan publik. Pesan itu ia sampaikan saat mengunjungi Indonesia Idea Museum (Iniseum) di Yogyakarta, Sabtu, 5 Juli. Galeri ini adalah galeri yang secara khusus menampilkan karya pelukis Galam Zulkifli.Museum yang terletak di Jalan Nitikan Baru No. 76 itu memamerkan sembilan ruang tematik bertajuk Perjalanan 9 Kamar Seni: Dari Ilusi Menuju Cahaya dan Kegelapan. Galam Zulkifli dikenal dengan lukisan cat fluorescent yang bercahaya saat lampu galeri dimatikan.Menbud Fadli bersama Galam menyusuri setiap kamar pameran yang mengisahkan tema berbeda: Seri Ilusi, Adalah Merahnya Biru, Menjadi Cantik, Tentang Cermin Iluminasi, The History, Pada Mulanya Mosaik, Seluruh Dinding Tentang Mesin, Ibu Pertiwi, hingga Ruang Cahaya dan Kegelapan.Setelah berkeliling, Fadli berdiskusi dengan para seniman tentang masa depan seni rupa. Ia menekankan pentingnya museum bersifat tematik dan interaktif. “Museum kita terlalu general. Harus diarahkan menjadi ruang pamer tematik dan tempat interaksi kreatif,” tegasnya.Budayawan Taufik Rahzen menambahkan, banyak seniman berharap museum bersejarah seperti Benteng Vredeburg bisa dibuka untuk pameran seni rupa bertema perjuangan bangsa, sebagaimana pernah dilakukan pada 1978.Taufik menuturkan, riset seni rupa kerap menyingkap kisah menarik di balik koleksi visual dan benda bersejarah. “Proses pencarian karya, dokumen visual, hingga benda otentik tentang tokoh perjuangan sering kali penuh tantangan,” ujarnya.Fadli Zon mengakui, sebagian koleksi penting sulit dilacak karena berada di luar negeri atau menjadi milik pribadi. “Risetnya tidak hanya mengandalkan dokumen resmi, tapi juga jejaring media sosial,” jelasnya.Ia mencontohkan koleksi perangko, uang kuno, dan benda autentik lain yang masih tersegel dalam kondisi asli. Riset juga mengungkap bagaimana elemen sejarah merasuk ke ruang publik melalui nama jalan di berbagai kota, termasuk Purwokerto.Diskusi diikuti Galam Zulkifli, Taufik Rahzen, Paul Hendro, Agus Baqul Purnomo, Dipo Andy, Yayat Surya, pengurus Iniseum, dan sejumlah seniman Yogyakarta.Di akhir kunjungan, Fadli menegaskan, pelestarian sejarah tak selalu dalam bentuk monumen besar. “Serpihan data, jejak visual, dan cerita personal jika disusun akan membentuk peta memori kolektif bangsa,” pungkasnya.