Ketua Bidang Tarif dan Usaha Gapasdap, Ir. Rahmatika, M.Sc. (ist)Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) membantah pernyataan Wakil Ketua Komisi V DPR RI yang menyebut banyak kapal tua beroperasi di bawah standar keselamatan. Pernyataan tersebut mencuat setelah insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya.Ketua Bidang Tarif dan Usaha Gapasdap, Ir. Rahmatika, M.Sc, mengatakan pernyataan Wakil Ketua Komisi V Itu tidak memiliki dasar lantaran tidak ada istilah kapal tua dari sisi teknis, yang ada adalah kapal tua secara ekonomis.“Kapal-kapal di Indonesia relatif masih cukup muda dibandingkan negara lain. Kapal yang paling tua rata-rata berusia antara 30-40 tahun dan semuanya memiliki standar kelayakan yang sama secara teknis” kata Rahmatika.Menurutnya, yang juga anggota MTI, kapal-kapal di Indonesia mengacu pada standar internasional (SOLAS) karena Indonesia telah meratifikasi aturan International Maritime Organization (IMO).Regulasi kapal-kapal tua maupun muda, secara kelayakan adalah sama dan bahkan, kapal-kapal yang sudah berumur melaksanakan standar keselamatan yang lebih ketat.“Bisa dikatakan, kapal-kapal tersebut harus mengganti komponen konstruksi yang mengalami keausan sebesar 17 persen dengan konstruksi yang baru, sehingga setiap tahun kapal-kapal setelah menjalani pengedokan menjadi seperti baru kembali. Ini adalah aturan internasional secara teknis dan juga diterapkan oleh negara-negara di seluruh dunia," katanya.Maka daripada itu, seharusnya DPR RI ikut mendukung perbaikan angkutan penyeberangan, karena sangat strategis bagi negara kepulauan seperti Indonesia, bukan berspekulasi. Apalagi pemerintah tidak terlalu berpihak kepada pengusaha untuk bisa memberikan pelayanan terbaik."Jadi, tidak ada istilah kapal itu tua, karena semua sesuai mekanisme perundang-undangan,” jelasnya.Sebagai contoh, adalah kapal feri di Hong Kong–Kowloon yang beroperasi sejak 1888, kini berusia sekitar 137 tahun dan masih beroperasi. Di Kanada, kapal MV Chilcotin berusia hampir 100 tahun, beroperasi sejak 1927 hingga sekarang.Di Yunani, kapal SS Hellinis beroperasi sejak 1929 hingga saat ini. Di Italia, MV Astoria beroperasi sejak 1948 sampai sekarang. Demikian pula kapal-kapal feri di Filipina yang memiliki usia rata-rata di atas 40 tahun."Kapal-kapal di Indonesia yang masih relatif jauh lebih muda usianya dibandingkan negara lain, tetapi kapal-kapal tersebut tidak bisa melakukan peremajaan karena tarif yang berlaku tidak cukup untuk menutupi biaya operasional," kata dia.Kemudian, tarif yang berlaku saat ini masih di bawah standar yang dihitung oleh pemerintah. Tarif angkutan penyeberangan di Indonesia saat ini merupakan yang terendah di seluruh dunia, bahkan tarif kapal penumpang di Timor Leste lebih tinggi dibandingkan di Indonesia."Tarif penyeberangan di Indonesia saat ini rata-rata Rp1.033 per mil, sedangkan di Thailand Rp2.984 per mil, di Filipina Rp1.995 per mil, dan di Jepang untuk rute Kure–Hiroshima Rp14.135 per mil," ujarnya.Rahmatika kembali menegaskan, Kalau ingin melakukan standardisasi keselamatan dan kenyamanan sesuai dengan Undang-Undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008, tentu tarifnya harus disesuaikan berdasarkan perhitungan dalam formulasi tarif yang ada.Besarannya saat ini masih di bawah 31,8 persen, sehingga tarif yang berlaku sekarang belum sesuai dengan perhitungan yang benar, masih kurang 31,8 persen. Akibatnya, pengusaha kesulitan menutupi biaya operasional dan banyak perusahaan yang bangkrut karena tarif di Indonesia tidak memadai.Demikian pula, KMP Tunu Pratama Jaya, menurut informasi, juga akan dijual sebelum tenggelam karena pengusahanya mengalami kesulitan dalam mengoperasikan kapal-kapalnya.Hal ini tentu sangat membahayakan transportasi penyeberangan dan pemerintah sudah seharusnya menerapkan tarif sesuai dengan perhitungan yang telah disepakati bersama antara pemerintah, YLKI, pengusaha, dan Kepelabuhanan ASDP.Ditambahkan Alumni Magister Transport ITS Surabaya ini, hak angkutan penyeberangan saat ini juga belum terpenuhi dari sisi fasilitas pelabuhan, seperti minimnya jumlah infrastruktur dermaga sehingga kapal-kapal hanya bisa beroperasi 30 persen per bulan, kondisi dermaga yang tidak layak, bahkan masih ada dermaga LCM yang sebenarnya tidak layak untuk operasional kapal penyeberangan.Keberadaan dermaga LCM juga sangat membahayakan keselamatan pelayaran karena rata-rata kapal ‘duduk’ di dasar laut, sehingga tidak bisa mendeteksi berat muatan sesungguhnya.Selain itu, kondisi terminal pelabuhan tidak dilengkapi dengan timbangan, sehingga pihak kapal tidak mengetahui berat sebenarnya dari kendaraan yang akan dimuat.Tidak ada portal yang menyaring kendaraan over dimension over loading (ODOL), dan juga tidak tersedia alat untuk mendeteksi barang bawaan pelanggan seperti di bandara. Hal-hal inilah yang menyebabkan transportasi tidak aman.“Stakeholder keselamatan yang berpengaruh terhadap keselamatan pelayaran ada empat, yaitu regulator, operator, fasilitator, dan konsumen. Jadi tidak hanya dari sisi operator saja," katanya."Kebijakan dari pemerintah, fasilitator (kepelabuhanan), dan perilaku konsumen sangat menentukan keselamatan pelayaran. Dari keempat unsur tersebut, yang paling berperan adalah regulator. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang,” sambungnya.Lebih lanjut, harus menyadari bahwa stakeholder keselamatan terdiri atas regulator, operator, fasilitator, dan konsumen. Oleh karena itu, keselamatan harus dilihat dari berbagai aspek, dan semuanya bermuara pada regulator sebagai pelaksana undang-undang, pengawas, dan pembuat regulasi.Tidak bisa hanya operator saja yang disalahkan, apalagi dalam kasus tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya juga terdapat pengaruh dari cuaca.“Jadi, pernyataan Wakil Ketua Komisi V DPR RI sangat prematur dan tidak berdasar. Kami siap berdiskusi dengan para wakil rakyat yang ada di Komisi V untuk lebih memperjelas situasi pengusahaan angkutan feri di Indonesia yang saat ini iklim usahanya kurang kondusif," terangnya."Jangan asal berkomentar, karena transportasi sangat berkaitan dengan keselamatan publik, sehingga harus cermat dan berbasis data. Biarkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) beserta Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bekerja. Kita menunggu hasil penyelidikan dari pihak yang berwenang," katanya.