ILUSTRASI ANTARAJAKARTA - Anggota Komisi III DPR Abdullah mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli rekening bank untuk judi online (judol). Hal ini dikatakan Abdullah menanggapi laporan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menemukan ada 571.410 Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos terindikasi bermain judi online.Temuan ini didapat dari pencocokan data 28,4 juta NIK penerima bansos dengan 9,7 juta NIK pemain judol. Nilai transaksinya diperkirakan menembus Rp 15 miliar."Polisi harus menindak tegas para penjual maupun pembeli rekening bank untuk judol, sesuai hukum yang berlaku," ujar Abdullah, Rabu, 9 Juli. "Jika dibiarkan, mereka akan terus bertransaksi yang menyuburkan judol dan menggali jurang kemiskinan lebih dalam," sambung pria yang akrab disapa Abduh itu.Abduh menilai, penegakan hukum oleh Kepolisian dapat mengacu pada UU KUHP, UU ITE dan peraturan lainnya. Ia menyebut tindakan hukum itu bisa dilihat dalam UU KUHP Pasal 303 yang mengatur tentang perjudian dengan maksimal penjara 10 tahun atau denda Rp25 juta.Sementara pada UU ITE dapat dilihat pada pasal 27 ayat 2 yang memuat larangan perjudian online dan berpotensi dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar."Dari kedua undang-undang tersebut, para pelaku jual beli rekening bank untuk judol dapat diberikan hukuman kurungan dan denda maksimal. Penegakan hukum ini penting, agar ada efek jera untuk para pelaku," tegas Abduh.Adapun jual beli rekening bank untuk judol diketahui dilakukan secara daring maupun luring, baik di perkotaan dan perdesaan. Abduh menilai diperlukan upaya lebih dalam menindak pelaku."Yang menjadi catatan adalah meski beberapa sudah ditindak, namun transaksi jual beli rekening untuk judol ini bukannya menyusut malah semakin menjamur," ucap Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI itu. Karena itu, Abduh menegaskan penanganan terhadap jual beli rekening judol, mesti dilakukan mulai dari hulu hingga hilir dengan terintegrasi serta ditangani secepat mungkin."Misalnya, ketika PPATK sudah mendeteksi, pihak OJK dan bank segera melakukan investigasi dan validasi datanya untuk pemblokiran, kemudian dilanjutkan kepolisian melakukan penyidikan serta penyelidikan untuk menindak hukum para pelaku," kata Abduh.Tidak hanya mengungkap pelaku jual beli rekening untuk judol, Anggota Komisi Penegakan Hukum DPR ini pun mendorong PPATK, OJK dan kepolisian untuk menelusuri aliran dana judol yang ada. Apalagi berdasarkan kasus sebelumnya dan beberapa contoh kasus di Amerika Serikat dan Inggris, menurut Abduh, aliran uang judol ini rentan dengan praktik pencucian uang."Artinya kepolisian mesti dapat mengungkap juga praktik pencucian uang dari jutaan rekening judol tadi. Jangan sampai pemberantasan judol hanya dilakukan di permukaan atau menyasar pemain kecil, sedangkan bandar kelas 'kakap' dapat lolos dari jerat hukum yang ada," pungkasnya.