Janji Prabowo Bersih-bersih BUMN Semoga Bukan Omon-omon

Wait 5 sec.

Sejumlah tamu beraktivitas di dekat logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta. (ANTARA/Aprillio Akbar/nz)JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto memberantas tindak pidana korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang sebagian besar komisarisnya diisi oleh kader Partai Gerindra. Presiden Prabowo Subianto berjanji bakal melakukan bersih-bersih BUMN dan mengejar oknum internal yang mengambil keuntungan dari sana. Kepala Negara juga bakal mengirim Kejaksaan Agung dan KPK untuk bersih-bersih tersebut.Menurut Prabowo, semua aset negara yang dikelola BUMN jika dikumpulkan nilainya mencapai 1.000 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp16.679 triliun.“Ternyata kaget banyak di antara kita tidak menduga kalau kita kumpulin semua aset negara nilainya lebih dari 1.000 miliar dollar (AS),” kata Prabowo dalam pidatonya di acara puncak Musyawarah Nasional (Munas) VI Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (29/9/2025).Meski demikian, Prabowo mengungkap banyak birokrat yang pandai menyembunyikan aset tersebut. Bahkan tak sedikit yang mengambil keuntungan pribadi meski perusahaan sedang merugi.Presiden Prabowo Subianto berpidato saat menghadiri penutupan Musyawarah Nasional (Munas) VI Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jakarta, Senin (29/9/2025). Munas VI PKS tersebut mengusung tema Kokoh Bersama, Majukan Indonesia. (ANTARA/Hafidz Mubarak A/bar/pri)Dengan bersih-bersih yang ia wacanakan, diharapkan pendapatan negara dari sektor BUMN semakin meningkat, sekaligus tidak terjadi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).BUMN Digerogoti KorupsiNamun yang menjadi pertanyaan, apakah KPK bisa mengawasi dan menangani korupsi di BUMN?Dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 19  No 19/2003 tentang BUMN ada ketentuan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dewan pengawas BUMN, serta organ, dan pegawai badan entitas baru seperti BPI Danantara, bukan merupakan "penyelenggara negara". Padahal, penyelenggara merupakan domain utama kewenangan KPK untuk mengawasi dan menindak korupsi berdasarkan UU No.9/2019 tentang KPK.Undang-Undang BUMN yang baru ikut memancing perdebatan publik serta polemik penindakan tindakan pidana, terutama korupsi, di Tanah Air, mengingat salah satu sumber modal BUMN berasal dari penyertaan modal negara (PMN), yang artinya menggunakan uang rakyat.Selama 2005-2021, misalnya, PMN untuk BUMN secara akumulasi mencapai Rp369,17 triliun. Nilai tersebut terdiri dari Rp350,19 triliun dalam bentuk dana segar dan Rp18,98 triliun dalam bentuk PMN.Kementerian Keuangan mengingatkan, bahwa PMN tak sekadar mencairkan dana, tetapi merupakan awal dari kinerja yang akuntabel dan bisa dipertanggungjawabkan.Tetapi tangan yang dihadapi untuk menjaga akuntabilitas BUMN tidak sederhana. Kasus korupsi kerap terjadi di lingkungan direksi dan komisaris BUMN, yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.Contohnya adalah kasus pengadaan liquefied natural gas (LNG) yang melibatkan bekas Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan yang menyebabkan negara merugi hingga Rp1,890 triliun.Selain itu ada juga suap pengadaan pesawat Garuda Indonesia yang melibatkan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian sekitar Rp9,37 triliun.Sedikit ke belakang, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menyidik kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di PT Asuransi Jiwasraya pada 2008-2018 yang merugikan negara hingga Rp16,81 triliun.Jabatan BUMN dan Partai GerindraPada 2021, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman berujar, kultur BUMN secara umum belum banyak berubah, yaitu masih kerap diwarnai korupsi. Apalagi sistem pengawasan juga dilihatnya masih lemah.Adanya kepentingan politik praktis di BUMN sebagai imbas dari penempatan politisi untuk jabatan komisaris atau direksi BUMN disebut sebagai salah satu penyebab menjamurnya korupsi di badan ini. Selain itu, konflik kepentingan yang memungkinkan terjadi berisiko membuat korupsi belum akan sirna dari BUMN.“Mereka belum tentu memiliki kompetensi, sementara mereka bisa jadi memiliki kepentingan tertentu, seperti mencari proyek atau meminta fasilitas ke BUMN. Di sisi lain, ketika pimpinan tertinggi BUMN memiliki suatu kehendak, tidak ada pengawasan atau koreksi baik dari komisaris maupun bawahannya,” ujar Zaenur.Pernyataan Zaenur waktu itu masih relevan dengan situasi saat ini. Riset Transparency International Indonesia (TII) terhadap 59 BUMN induk dan 60 anak usahanya, menemukan bahwa sebanyak 165 dari total 562 posisi komisaris di BUMN diisi oleh politisi. Dan, hampir separuh di antaranya berlatar belakang sebagai kader Partai Gerindra.Hal ini mempertegas bahwa pengisian jabatan BUMN masih kental dengan skema patronase sebagai imbalan atas dukungan politik.Terdakwa kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/2/2024). (ANTARA/Muhammad Adimaja/tom)“Dari 165 politisi yang menduduki kursi komisaris, kami memetakan lebih lanjut. Sebanyak 104 orang merupakan kader partai, sementara 61 orang lainnya adalah relawan politik,” ujar peneliti TII Asri Widayati.Dari 104 komisaris yang merupakan kader partai, afiliasi Partai Gerinda paling dominan dengan porsi 48,6 persen. Angka ini jauh di atas partai lain, seperti Partai Demokrat (9,2 persen), dan Partai Golkar (8,3 persen). Sedangkan PDI Perjuangan (PSIP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) masing-masing mencatatkan angka 5,5 persen.Gerindra bukan hanya bagian dari koalisi partai politik pendukung pemerintahan, tapi juga dipimpin langsung oleh Prabowo.Makanya, ketika Prabowo mengaku gusar melihat kelakuan komisaris BUMN yang mendapatkan bonus di tengah kerugian BUMN membuat publik mengerutkan dahi, termasuk Asri sendiri.“Apakah dia berani untuk mengejar para politisi yang juga menduduki komisaris ini? Karena memang dia (Presiden) juga tahu BUMN merugi, ternyata kursi-kursi komisaris dari Gerindra sendiri yang kemudian banyak mengisi,” tegasnya.