GIAMM Sorot Aturan TKDN Mobil Listrik: Cuma Perakitan, Industri Lokal Terabaikan

Wait 5 sec.

Seremoni produksi massal perdana mobil listrik Neta V-II oleh PT Neta Auto Indonesia dan PT Handal Indonesia Motor di Pondok Ungu, Bekasi, Jumat (31/5/2024). Foto: Sena Pratama/kumparanGabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) menilai syarat pengenaan nilai tingkat komponen dalam negeri atau TKDN untuk mobil listrik rakitan lokal, masih terbilang ringan dan tidak memberi efek langsung kepada industri komponen tempatan.Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) menjabarkan syarat pemenuhan nilai TKDN untuk mobil listrik yang telah dirakit lokal agar bisa mendapatkan insentif.Dimulai tahun 2022, untuk semua kendaraan listrik murni atau Battery Electric Vehicle (BEV) yang telah dirakit lokal sampai tahun 2023 harus memiliki nilai TKDN minimal 20 persen. Kemudian tahun 2024 sampai 2025 minimal harus 40 persen.Namun dalam praktiknya, pemerintah memberi relaksasi kepada produsen yang nilai TKDN produknya baru mencapai 30 persen, sudah bisa memperoleh insentif mobil listrik. Nilai tersebut diharuskan semakin tinggi seiring berjalannya waktu.Lini produksi Geely di PT Handal Indonesia Motor. Foto: dok. GeelyMisalnya, dalam Perpres No. 55 Tahun 2019 tadi untuk rentang waktu 2026 sampai 2030, seluruh produsen diwajibkan mampu memenuhi nilai TKDN minimal 60 persen. Kemudian mulai 2031 diharuskan minimal 80 persen.“Kalau BEV peraturannya ini misalkan hanya dirakit di Indonesia, (sudah dapat) 30 persen TKDN. Kalau begitu impor saja semua (komponennya), itu assembling sudah dapat 30 persen sehingga tidak ada nilai tambah,” kata Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki ditemui di Jakarta belum lama ini.Rachmat menambahkan, pemerintah sebaiknya menyesuaikan kebijakan pemberian besaran insentif kepada produsen berdasarkan nilai TKDN yang didapatkan. Ini untuk mendorong pabrikan lebih banyak menggandeng penyalur komponen lokal.Mobil listrik Neta X. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan"Kalau GIAMM menyarankan semakin tinggi TKDN-nya, itu semakin (besar) dikasih insentifnya. Tapi aturan TKDN-nya juga harus tepat, kalau assembling lokal saja sudah dihitung 30 persen itu masih kurang lokalisasinya," tambahnya.Pada praktiknya kebanyakan saat ini, sejumlah merek masih memilih menggandeng mitra perakitan lokal untuk membuat produknya di dalam negeri. Namun, itu baru sebatas menyatukan komponen-komponen yang sudah jadi dari luar negeri hingga selesai dirakit utuh.“Aturannya itu terlalu mudah dan terlalu ringan untuk yang BEV. Sedangkan misalkan Avanza (ICE) TKDN-nya 80 persen, komponennya harus disuplai dari lokal, sehingga tumbuh banyak pabrik, pabrik kodi, pabrik steering, dan lainnya," terang Rachmat.