Rupiah (unsplash)JAKARTA - Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman menyampaikan bahwa penggunaan dana Patriot Bond sebesar Rp51,75 triliun untuk proyek Waste to Energy (WtE) pada prinsipnya mendukung dua agenda strategis sekaligus, yakni transisi energi dan pengelolaan sampahIa menyampaikan dari sisi ekonomi, proyek WtE memiliki potensi multiplier effect yang signifikan, baik melalui penciptaan lapangan kerja, penguatan rantai pasok, maupun penghematan biaya eksternalitas lingkungan.Menurutnya realisasi manfaat tersebut sangat bergantung pada sejumlah faktor penting, seperti kepastian kontrak pembelian listrik (Power Purchase Agreement), efisiensi biaya operasional, serta sejauh mana industri lokal terlibat dalam proyek tersebut."Tanpa kejelasan regulasi dan desain fiskal yang memadai, WtE berisiko menjadi proyek padat modal dengan tingkat pengembalian rendah dan ketergantungan tinggi pada insentif pemerintah," ujarnya kepada VOI, Kamis, 2 Oktober.Ia menyampaikan secara strategis, keberhasilan Patriot Bond dalam menarik investor hijau atau berbasis ESG hanya dapat dicapai apabila aspek tata kelola (governance) dan kredibilitas lingkungan dijaga dengan sungguh-sungguh.Menurutnya ini berarti indikator ESG yang terukur dan proses verifikasi oleh pihak ketiga menjadi prasyarat mutlak untuk membangun kepercayaan investor internasional.Rizal menyampaikan dengan tata kelola yang kuat dan disiplin kelembagaan, Patriot Bond berpotensi menjadi instrumen inovatif dalam membiayai agenda transisi energi dan pengelolaan lingkungan.Meski demikian, ia menambahkan tanpa pengelolaan yang baik, proyek ini tidak hanya berisiko menjadi sarana mobilisasi modal oleh elite, tetapi juga gagal memberikan manfaat ekonomi yang luas dan berkelanjutan.Rizal juga menekankan bahwa risiko fiskal tetap harus diwaspadai, meskipun dana dihimpun dari sektor swasta, adanya skema jaminan seperti Power Purchase Agreement (PPA), tipping fee, atau intervensi fiskal ketika proyek mengalami kegagalan, berpotensi menciptakan contingent liabilities yang besar bagi APBN."Hal ini menuntut desain tata kelola yang ketat, termasuk ringfencing penggunaan dana, mekanisme pengadaan yang transparan, serta audit independen yang berkelanjutan," pungkasnya.