KPK Tanggapi soal Eks Staf Ahli Hanya Jalankan Perintah Mensos di Kasus Bansos

Wait 5 sec.

Ilustrasi KPK. Foto: ShutterstockMantan Staf Ahli Menteri Sosial (Mensos) Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial, Edi Suharto, ditetapkan sebagai tersangka KPK terkait kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial Beras (BSB) saat pandemi COVID-19.Pihak Edi Suharto pun protes terkait penetapan tersangka itu. Penasihat hukum Edi, Faizal Hafied, menyebut kliennya ditunjuk sebagai pelaksana program itu atas dasar perintah dari Juliari Batubara selaku Menteri Sosial pada waktu itu.KPK pun menanggapi klaim yang disampaikan oleh kubu Edi. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut bahwa keterangan itu diharapkan bisa disampaikan ke penyidik."Saksi menyatakan atau menyampaikan kepada rekan-rekan bahwa yang bersangkutan sebagai korban gitu, ya, itu mungkin ya mudah-mudahan, mudah-mudahan apa yang disampaikan kepada rekan-rekan juga disampaikan kepada penyidik," ujar Asep kepada wartawan, Kamis (2/10)."Karena kami akan sangat menghargai keterangan-keterangan yang diberikan secara benar gitu, ya," jelas dia.Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan keterangan pers terkait tersangka korupsi terkait suap pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/9/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanApabila memang merasa menjadi korban atau dalam keadaan tertekan, kata Asep, informasi tersebut tentu berbeda dengan kondisi saksi yang menjalankan pekerjaannya secara sukarela."Tekanan fisik maupun psikis, sehingga dia terpaksa melakukan itu, tolong itu disampaikan kepada kami, karena tentunya itu akan berbeda, ya, berbeda keterangan itu dengan ketika dia secara sukarela melakukan suatu pekerjaan tersebut gitu," ucap Asep."Kita juga membutuhkan keterangan-keterangan yang memang benar-benar seperti apa adanya," imbuhnya.Konferensi pers Edi Suharto terkait kasus bansos beras di kawasan Jakarta Pusat. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparanAsep menekankan, bahwa pihaknya juga akan mendalami dan menganalisis informasi seseorang yang mengalami tekanan dari atasan terkait pelaksanaan tugas atau kebijakan tersebut."Kalau memang ditekan, kalau memang jadi korban, disampaikan kepada penyidik, dan tentu itu penyidik akan mendalaminya gitu ya. Tentu kita akan mendalami ke atasnya," terangnya."Nanti penyidik akan menganalisis dari keterangan-keterangan lain, kan tidak hanya dari keterangan pribadinya," sambung dia.Lebih lanjut, Asep juga mempersilakan klaim yang disampaikan Edi selaku tersangka dan keberatannya tersebut. Meski, kata dia, penyidik tetap mencari informasi atau bukti yang lain."Jadi silakan saja kalau itu, tapi kami tentu akan mencari informasi bukti yang lain, dari saksi yang lain, kemudian juga dari barang bukti elektronik dan lain-lainnya," tutur Asep."Sehingga, kita bisa menetapkan siapa yang menjadi tersangka dengan bukti-bukti, kecukupan alat bukti, ya, tidak hanya dari pengakuan," lanjutnya.Sebelumnya, klaim itu disampaikan pihak Edi Suharto saat menggelar konferensi pers, di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (2/10). Edi melalui penasihat hukumnya, Faizal Hafied, merasa keberatan karena dalam penyaluran bansos hanya menjalankan perintah dari Juliari Batubara.Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara usai menjalani sidang pembacaan putusan secara virtual di gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (23/8). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTOHal tersebut tertera dalam surat tugas Nomor: 20/MS/H/1180/7/2020 tanggal 23 Juli 2020 yang ditandatangani oleh Juliari."Klien kami melaksanakan perintah jabatan dari Menteri Sosial RI Bapak Juliari Batubara tahun 2020 untuk melakukan penyaluran Bantuan Sosial Beras," kata Faizal.Dikarenakan atas dasar perintah, sambung Faizal, mestinya kliennya tak patut ditetapkan jadi tersangka oleh KPK. Sebab, menurut dia, berdasarkan Norma Fundamental Hukum, pertanggungjawaban hanya patut diminta kepada pemberi perintah.Koordinator MAKI Boyamin Saiman menunjukkan sampel barang bukti berupa paket Bansos COVID-19 yang akan diserahkan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/12). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO"Pertanggungjawaban tidak akan diminta dari mereka yang patuh melaksanakan perintah, melainkan kepada mereka yang memberi perintah," ucap dia.Dia pun merujuk pada Pasal 51 ayat 2 KUHP yang mengatur bahwa siapa saja yang menjalankan perintah yang diberi oleh penguasa maka tak dapat dikenakan sanksi pidana. Dalam perkara itu, Faizal menegaskan kliennya hanya menjalankan perintah dari Juliari sebagai pimpinan.Dengan demikian, Faizal meminta agar kliennya tak dikenakan sanksi pidana. Dia menilai kliennya adalah korban dalam perkara itu.Kasus Penyaluran Bansos KemensosTerdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara mengikuti sidang lanjutan kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) COVID-19 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Foto: ANTARA FOTO/Galih PradiptaKasus ini merupakan pengembangan dari perkara korupsi bansos di Kemensos yang ditangani oleh KPK. Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan tiga orang dan dua korporasi sebagai tersangka.Salah satu tersangka yang terungkap adalah Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo atau Rudy Tanoe. Terkuak dari permohonan praperadilan yang diajukan Rudy Tanoe untuk membatalkan status tersangkanya.KPK membenarkan mengenai status tersangka Rudy Tanoe. Kini, KPK juga membenarkan bahwa Edi Santoso pun sudah ditetapkan tersangka dalam kasus yang sama."Benar, bahwa yang bersangkutan merupakan salah satu pihak yang telah ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara dugaan TPK pada penyaluran bansos beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) TA 2020," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi."Dimana dalam perkara ini, berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK telah menetapkan 3 orang dan 2 korporasi sebagai tersangka. Salah satu tersangka lainnya juga telah mengajukan praperadilan, dan hakim menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," sambungnya.Tersangka yang mengajukan praperadilan merujuk pada Rudy Tanoe. Permohonan praperadilan itu ditolak Hakim PN Jaksel.Menurut Budi, ditolaknya praperadilan itu menegaskan proses penetapan tersangka yang dilakukan KPK sudah sesuai prosedur.Dalam kasus ini, penyidik juga telah mencegah empat orang untuk bepergian ke luar negeri. Berdasarkan informasi yang diperoleh, keempat orang yang dicegah ke luar negeri tersebut yakni:Mantan Staf Ahli Mensos Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial, Edi Suharto (ES).Komisaris Utama Dosni Roha Logistik, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (BRT).Direktur Utama PT Dosni Roha Logistik tahun 2018-2022, Kanisius Jerry Tengker (KJT).Direktur Operasional PT Dosni Roha Logistik tahun 2021-2024, Herry Tho (HER).Adapun kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini mencapai Rp 200 miliar. Penyidikan pengembangan kasus ini dimulai sejak Agustus 2025. KPK belum merinci lebih jauh detail kasusnya.Kasus Bansos Juliari BatubaraTerdakwa korupsi bansos se-Jabodetabek tahun 2020 Juliari Batubara mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/4/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTOPengungkapan kasus bansos bermula dari penangkapan KPK terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara pada 2021 silam.Dalam persidangan tingkat pertama, politikus PDIP itu dinilai terbukti menerima suap dari penyaluran bansos senilai miliaran rupiah.Suap tersebut diberikan oleh para vendor sebagai imbal penyedia dalam pengadaan bansos sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di wilayah Jabodetabek.Juliari Batubara memerintahkan anak buahnya untuk memungut Rp 10 ribu per paket bansos yang digarap para vendor. Sejumlah vendor pun ternyata tidak kompeten untuk menjadi penyedia bansos.Akhirnya, hakim menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara serta denda Rp 500 juta. Juliari juga dihukum membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar.Belakangan, KPK juga mengungkap adanya dugaan korupsi dalam pengadaan bansos presiden pada saat COVID-19. Modus korupsinya adalah pengurangan kualitas.Saat ini, KPK juga mengungkap dugaan korupsi dalam penyaluran bansos. Yakni penyaluran bansos beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun Anggaran 2020.