Pasar EV Global Melemah, Investasi Manufaktur Dialihkan ke Indonesia

Wait 5 sec.

Pabrik mobil elektrifikasi BYD di Hungaria. Foto: Dok. BYD Penerimaan mobil listrik atau battery electric vehicle (BEV) asal Tiongkok tengah mengalami di pasar global. Tren ini turut berdampak pada investasi manufaktur di luar China.Dikutip dari Nikkei Asia, proyek yang bersifat padat modal seperti manufaktur baterai dan bahan baku telah mendorong tingkat investasi rantai pasok BEV hingga mencapai puncaknya pada 2023. Namun, saat ini perusahaan lebih memilih untuk membangun fasilitas perakitan dengan biaya rendah.Menurut firma konsultan Rhodium Group, investasi kendaraan listrik dan value chain perusahaan Tiongkok mencapai 144 transaksi senilai 19,6 miliar USD di tahun lalu. Sementara, paruh pertama 2025 tercatat hanya 64 transaksi setara 10,4 miliar USD, sepertiganya dialokasikan ke pabrik hilir.”Sebagian besar rencana (hulu) itu ada di Eropa, tapi sekarang terjadi perlambatan yang cukup besar, jadi banyak proyek kami yang dibatalkan,” ucap analis riset senior di China Data Service, Rhodium Group, Armand Meyer, dikutip Nikkei Asia.Fasilitas CATL di Jerman. Foto: Dok. CATLAdapun tiga perusahaan baterai ternama, yakni CATL, BYD, dan Envision menjadi tiga investor teratas dalam rantai pasok kendaraan listrik dalam lebih dari 11 tahun terakhir. Kendati demikian, tahun 2025 mulai menghadapi tantangan.Sejumlah eksekutif dari perusahaan raksasa di bidang baterai BEV mengungkap bahwa investasi tahun ini berkurang lantaran kondisi geopolitik yang tidak menentu. Terlebih ada tarif besar yang dikenakan Presiden AS Donald Trump sehingga mengganggu perdagangan global.Sejatinya, Eropa merupakan kawasan strategis untuk mendirikan manufaktur rantai pasok di luar China. Tapi, saat ini perusahaan lebih memilih untuk mengembangkan di kawasan Asia dan Timur Tengah.Sasar nikel IndonesiaKapal BYD Shenzhen. Foto: BYDIndonesia menjadi salah satu penerima modal Tiongkok yang besar, utamanya karena bahan baku seperti nikel sangat melimpah. Huayou Cobalt menjadi salah satu dari banyak tambang nikel milik Tiongkok di Indonesia yang menjadi mitra strategis dalam proyek baterai kendaraan listrik sejak awal tahun ini.“Indonesia juga bisa memproduksi bahan baterai dan sel baterai, tapi Indonesia juga merupakan pasar yang sangat besar, jadi sekarang sudah ada rencana perakitan kendaraan listrik juga,” jelas Meyer.Diketahui, saat ini jenama mobil listrik China sedang dalam proses pendirian pabrik, seperti BYD di Subang, Jawa Barat. Selain itu, ada pula sistem kerja sama dengan fasilitas perakitan lokal pihak ketiga melalui skema Semi Knocked Down (SKD).Lebih dari itu, produsen baterai CATL juga tengah dalam proses pembangunan pabrik dengan nilai investasi awal 1,2 miliar USD dan kapasitas 15 GWh. Namun, diturunkan oleh pemerintah China menjadi 6,9 GWh senilai 417 juta USD dalam Outward Direct Investment (ODI).