Pekerja menjemur kain batik sepanjang sekitar 125-250 meter di Medono, Pekalongan, Jawa Tengah (22/9/2021). Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana PutraEkspor batik dari Kota Pekalongan tercatat baru mencapai 20 persen dari keseluruhan produksi yang ada. Dari total tersebut, negara yang menjadi tujuan pasar utamanya adalah Malaysia, Thailand, hingga Vietnam.Wali Kota Pekalongan, H.A Afzan Arslan Djunaid, menyebut batik yang diproduksi saat ini lebih banyak diserap oleh pasar dalam negeri. Hal ini dikarenakan peluang pasar dinilai relatif stabil.“Kalau untuk pasar ke luar negeri kita masih di Kota Pekalongan masih sekitar 20 persen (dari total produksi) itu memang masih sedikit,” kata Afzan kepada wartawan usai acara Indonesia Batik Outlook & Launching Festival Batik 3 Kota 2025 di Gedung Smesco, Jakarta, dikutip Rabu (3/10).Afzan menambahkan, minat terhadap produk ini tidak hanya datang dari Asia Tenggara, tetapi juga mulai merambah ke Eropa meski masih terbatas. Di kawasan Timur Tengah, sarung khas Pekalongan cukup diminati. Sementara itu, pasar Afrika cenderung lebih menyukai batik dengan warna-warna cerah."Kalau di Eropa masih sangat sedikit terbatas, hanya misalkan kita kemarin di Paris Fashion Week dan beberapa desainer nasional sebenarnya sudah ada yang buka toko," ungkapnya.Menurutnya, saat ini tren penjualan mulai membaik setelah terdampak pandemi COVID-19. Hal ini didukung oleh peningkatan penjualan yang melibatkan generasi muda dalam pengembangan batik. Oleh karena itu, pemerintah Pekalongan secara rutin menggelar lomba desain batik yang melibatkan milenial dan Gen Z.Pembuatan batik Pekalongan Foto: Antara/Harviyan Perdana PutraPemerintah pusat melalui Kementerian UMKM dan Kementerian Luar Negeri juga terus berupaya memberikan dukungan guna membuka akses pasar baru. Upaya ini dilakukan melalui keikutsertaan pada sejumlah pameran internasional seperti di Dubai dan Jerman.Afzan menilai kondisi ekonomi nasional menjadi faktor penting yang berpengaruh terhadap perkembangan industri batik. Penutupan sejumlah pabrik tekstil di beberapa daerah sempat menimbulkan persoalan pasokan bahan baku.Namun demikian, Pekalongan tergolong relatif aman akan kekhawatiran pasokan bahan baku karena memiliki sentra pabrik tekstil dan produsen pewarna batik. Pekalongan juga tengah mengembangkan batik berbasis pewarna alami, meski pun pengembangan ini masih menghadapi kendala.“Kelemahan kita, batik warna alam itu warnanya belum bisa cerah. Jadi untuk kalangan anak muda masih kurang menarik. Tetapi ini kita kembangkan terus bagaimana nanti ke depan biar warnanya bisa cerah dan diminati anak muda,” jelas Afzan.Afzan menekankan, meski Pekalongan memiliki motif batik khas tersendiri, ia tetap mendorong setiap daerah untuk mengembangkan corak batiknya masing-masing. Seperti Magelang membuat motif Borobudur, Banyumas, dan Cirebon dengan motif Megamendung.“Itu saya rasa setiap daerah justru kita dorong untuk memiliki motif supaya lebih beragam. Karena batik ini kan seni, tidak ada keterbatasan motif, tidak ada keterbatasan perpaduan warna,” katanya.