Gebrakan Megawati: Sang Penentang Syarat Capres Harus Sarjana

Wait 5 sec.

Deklarasi Megawati-Prabowo di TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat untuk Pilpres 2009. (ANTARA/Prasetyo Utomo)JAKARTA - Jenjang pendidikan seorang calon presiden kerap dianggap penting. Kondisi itu membuat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) gulirkan wacana ubah syarat pendidikan capres. Mulanya syarat pendidikan capres hanya SMA atau sederajat.Pemerintah mencoba mengubahnya jadi minimal strata satu atau sarjana. Keinginan itu kemudian mendapatkan tentangan dari mana-mana. Megawati Soekarnoputri jadi sosok yang paling menentang. Mantan Presiden Indonesia itu menganggap pendidikan akademik bukan penentu, tapi suara rakyat.Upaya memilih pemimpin bangsa tak boleh sembarangan. Calon pemimpin yang nantinya akan ikut kontestasi politik harus punya pengalaman mumpuni. Pengalaman politiknya bejibun. Pendidikannya juga harus tinggi.Kondisi itu karena sekalinya rakyat salah pilih pemimpin, mereka bisa menderita selama lima tahun. Kebijakan yang gulirkan tak pro rakyat. Hajat hidup rakyat bak tak pernah meningkat. Kondisi itu membuat pemerintahan SBY menggulirkan wacana mengubah syarat pendidikan untuk capres.Empunya kuasa lewat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencoba menggodok syarat yang tadinya hanya lulusan SMA berubah jadi wajib lulusan sarjana. Pendidikan tinggi dianggap jadi elemen penting yang harus dimiliki calon pemimpin bangsa pada awal 2007.Presiden ke-5 RI Prof.Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri membacakan orasi ilmiahnya usai menerima anugerah doktor kehormatan (honoris causa) dari Universiti Tunku Abdul Rahman di Selangor, Malaysia, Senin (2/10/2023). (Antara Foto/Monang Sinaga)Kemendagri pun mengupayakan itu lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) terbaru terkait Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Suatu RUU yang dianggap akan mengantikan UU Nomor 23 Tahun 2023 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.Isu pembatasan syarat capres dari SMA ke minimal sarjana memunculkan pro dan kontra. Mereka yang pro meyakini gelar sarjana dibutuhkan untuk jadi pemimpin bangsa. Kondisi itu karena mengurus negara butuh pendidikan dan pemahaman yang tinggi.Mereka yang menolak perubahan menganggap pendidikan bukan satu-satunya penentu pemimpin hebat. Mereka menganggap pengalaman jadi hal yang paling penting. Ambil contoh Sekjen Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan (Zulhas).Ia tak mempermasalahkan pemimpin bangsa hanya lulusan SMA. Zulhas menganggap yang paling penting pemimpin punya semangat membenahi bangsa di masa mendatang. PDIP pun tak mau kalah. Partai berlambang banteng moncong putih itu menganggap pendidikan bukan penentu baik tidaknya capres."PDIP memang seperti itu. Kemampuan akademis bukan penentu. Teori memang penting sebagai dasar, tapi kemampuan improvisasi lebih penting lagi dalam memimpin. Dan yang terpenting, punya kedekatan dengan rakyat. Yang ada sekarang ini justru tidak berpihak pada rakyat kecil dan hanya mengakomodasi kepentingan golongan atas," ungkap Sekretaris Jenderal PDIP, Jacobus Majong Padang sebagaimana dikutip harian Tempo berjudul Calon Presiden Cukup Lulusan SMA (2007).Megawati MenentangPolemik RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terus bergulir. Isu pemerintah ingin menjegal langkah Megawati Soekarnoputri untuk calonkan diri sebagai Capres mengemuka. Pemerintah SBY dianggap tak ingin Presiden Indonesia ke-5 ikut Pilpres 2009.Megawati memang punya gelar Doktor Honoris Causa bejibun. Namun, pendidikan resminya hanya SMA. Ia memang pernah berkuliah di Universitas Padjadjaran, tapi dijegal oleh Orde Baru (Orba). Megawati pun menganggap langkah pemerintah tak masuk akal.Ia menganggap wacana capres minimal sarjana sebagai langkah berlebihan. Megawati sama dengan pernyataan partainya, PDIP yang menganggap rakyat sebagai penentu utama capres. Alias, rakyat yang menentukan pilihan mendukung capres mana saja tanpa harus melihat latar belakang pendidikan.Presiden SBY merespons kritik. Ia sendiri menyangkal terlibat dalam menggulirkan wacana capres harus sarjana. SBY mengaku tak pernah ada niatan untuk mengganggu demokrasi dan menjegal orang lain untuk ikut Pilpres 2009.Kemendagri pun mengaku bahwa wacana itu muncul sebagai kajian dari tingkat Kelompok Kerja Departemen Dalam Negeri. Rancangan itu bisa berubah dalam sidang kabinet. Kemendagri pun tak menyangka kritik dan kecaman rakyat meninggi.Alhasil, Kemendagri memutuskan syarat pendidikan pencalonan capres dikembalikan ke aturan lama, UU Nomor 23 Tahun 2003. Aturan pendidikan capres minimal SMA atau sederajat berlaku. Megawati pun bisa ikut pilpres, sekalipun kalah.“Pasti wartawan mau bertanya soal RUU Pilpres. Jawaban saya gampang kok. Terserah rakyat yang milih loh. Sekarang ini enaknya pemilihan langsung. Kalau dulu masih bisa direkayasa. Sekarang masih bisa sih direkayasa, tapi sedikit," ujar Megawati sebagaimana dikutip laman detik.com, 16 Maret 2007.