Ilustrasi pengisian BBM mengandung etanol 85 persen. (Foto: Slashgear)JAKARTA — Campuran etanol dalam bensin semakin banyak digunakan sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin, memberikan penjelasan perihal kandungan etanol pada bahan bakar minyak (BBM).Menurutnya, kandungan etanol untuk mesin kendaraan masih cukup aman. Sebab, mayoritas pabrikan mobil juga sudah mengantisipasi perihal tersebut hingga tak memberikan dampak pada mesin, khususnya kendaraan tahun muda."Efek terhadap kendaraan tak ada masalah. Karena sejak 2006 hampir semua varian kendaraan sudah diproduksi dengan mengantisipasi penggunaan biofuel termasuk etanol. Kalau sebelum 2006 teknologi kendaraan masih menggunakan sealant, gasket, valve yang bisa lumer oleh biofuel, maka kini sudah dimodifikasi sehingga tidak lumer lagi," ujar pria yang akrab disapa Puput ini kepada VOI, Jumat, 2 Oktober.Perihal penolakan Vivo dan BP sebagai SPBU swasta untuk tidak jadi membeli bahan bakar minyak (BBM) dari Pertamina, menurutnya dikarenakan etanol sudah dicampur. Maka itu, hal tersebut berpengaruh kepada pengolahan dan juga harga jualnya nanti."Yang dikhawatirkan oleh produsen BBM swasta terkait etanol, karena etanol sudah terlanjur di-blend (campur) dengan bensin yang oleh produsen BBM swasta sebagai base fuel, atau bahan dasar untuk produksi BBM dengan spek tertentu. Konteks teknis meracik BBM dengan spek tertentu dengan raw material (bahan mentah) bukan base fuel, adalah sulit. Dan secara bisnis ini sangat berpengaruh pada pricing (harga)," ucapnya."Sebagai catatan, bahwa etanol berperan sebagai octane enhancer pada base fuel yang akan diracik dengan spesifikasi tertentu. Jadi sulit meracik BBM dengan spek tertentu apabila base fuel nya sudah tidak standar alias sudah dikotori oleh material tertentu," pungkasnya.Diketahui, bahwa hasil uji laboratorium, base fuel yang diimpor oleh Pertamina mengandung etanol sebanyak 3.5 persen dan itu membuat Vivo dan BP batal membeli. Padahal, itu sedikit lebih rendah dari produk BBM Pertamina, yakni Pertama Green yang kadarnya malah mencapai 5 persen."Vivo membatalkan untuk melanjutkan setelah setuju (membeli) 40 ribu barel (base fuel), akhirnya tidak disepakati lagi," ucap Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta, Rabu, 1 Oktober.Namun, Achmad mengeklaim jika kandungan etanol tersebut masih diperkenankan apabila mengacu pada regulasi. Ia menyampaikan ambang batas kandungan etanol menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di bawah 20 persen.