Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOIJAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga anggota DPR Fraksi NasDem, Satori, melakukan rekayasa transaksi keuangan. Dia bahkan minta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito hingga pencairannya.Hal ini disampaikan pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat mengumumkan dua tersangka dugaan korupsi dana CSR BI-OJK. Selain Satori, legislator DPR dari Partai Gerindra Heri Gunawan juga ditetapkan sebagai tersangka."ST juga diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya agar tidak teridentifikasi di rekening koran," kata Asep dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 7 Agustus malam.Adapun dalam kasus ini, Satori disebut menerima duit dari CSR BI-OJK dengan nilai mencapai Rp12,52 miliar. Rinciannya adalah sebagai berikut:Sejumlah Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia;Sejumlah Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; danSejumlah Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lain.Duit tersebut, sambung Asep, kemudian digunakan untuk membiayai keperluan pribadi Satori. Padahal, pemberian dana CSR BI-OJK harusnya untuk kegiatan sosial seperti dalam proposal yang diajukan oleh orang kepercayaan legislator tersebut."Dari seluruh uang yang diterima, ST melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang dengan menggunakan dana tersebut untuk keperluan pribadinya, seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya," tegasnya.Sementara Heri Gunawan diduga mendapat duit dari program CSR BI-OJK dengan nilai mencapai Rp15,86 miliar. Rinciannya adalah sebagai berikut:Senilai Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia;Senilai Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; danSenilai Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya."Bahwa selanjutnya HG diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer," jelas Asep."HG kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai. HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk keperluan pribadi di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan hingga pembelian kendaraan roda empat," sambung dia. Akibat perbuatannya, keduanya kemudian disangka melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.Selain itu, keduanya dijerat dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.