Sejumlah pasukan pengibar bendera (Paskibra) berbaris membawa bendera Merah Putih saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (11/8/2024). Foto: Yasuyoshi Chiba/AFPLembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memberikan klarifikasi penting mengenai kewajiban pembayaran royalti atas lagu kebangsaan Indonesia Raya.Komisioner LMKN, Yessy Kurniawan, menegaskan bahwa mahakarya ciptaan Wage Rudolf Supratman tersebut telah berstatus public domain atau ranah publik. Penggunaannya tidak lagi dikenakan biaya royalti hak cipta.Penegasan ini disampaikan menyusul adanya temuan sejumlah penyelenggara acara masih membayarkan royalti lagu Indonesia Raya melalui LMKN.Ketua LMKN Dharma Oratmangun. Foto: kumparanSebagai Komisioner Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi, merasa perlu meluruskan kesalahpahaman tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan."Saya ingin memberikan klarifikasi. Kemarin siang saya mengecek ke lisensi LMKN, ternyata banyak lagu nasional termasuk lagu W.R Supratman yang dinyanyikan dalam sebuah acara itu membayar melalui LMKN," kata Yessy Kurniawan saat dihubungi, Kamis (7/8).Kekeliruan tersebut, menurut Yessy, terjadi karena luput dari pengecekan tanggal wafat sang komponis legendaris.Sejumlah pasukan pengibar bendera (Paskibra) berbaris membawa bendera Merah Putih saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (11/8/2024). Foto: Yasuyoshi Chiba/AFPYessy menjelaskan bahwa dasar dari status public domain ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Regulasi tersebut menetapkan bahwa perlindungan hak cipta atas sebuah lagu berlaku selama pencipta hidup dan terus berlanjut hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.W.R Supratman diketahui wafat pada 17 Agustus 1938. Mengacu pada aturan tersebut, hak ekonomi atau royalti atas lagu Indonesia Raya telah berakhir sejak tahun 2008, tepat 70 tahun setelah kepergiannya."Nah, saya agak sedikit lupa untuk cek tanggal meninggalnya beliau. Ternyata meninggalnya 1938, kalau dihitung sekarang, berarti karya itu sudah jadi public domain, tidak ada royaltinya lagi," jelas Yessy.Hak MoralDengan demikian, status lagu kebangsaan kini hanya menyisakan hak moral, bukan lagi hak ekonomi yang berkaitan dengan royalti. Yessy menekankan bahwa hak moral atas karya tersebut tetap melekat selamanya.Artinya, setiap pihak yang menggunakan atau menyanyikan lagu "Indonesia Raya" wajib mencantumkan nama W.R. Supratman sebagai penciptanya."Sehingga hanya ada hak moral. Ini adalah bentuk penghormatan abadi terhadap jasa sang maestro," tutur Yessy.Sejumlah warga membawa bendera saat kirab bendera merah putih di Jalan Raya Tegar Beriman, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (11/8/2024). Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTOYessy menjelaskan, apabila ada musisi atau produser yang membuat aransemen atau rekaman baru dari lagu Indonesia Raya, maka rekaman tersebut memiliki perlindungan hukum tersendiri.Perlindungan ini tidak lagi masuk dalam kategori hak cipta lagu, melainkan hak terkait. Hak terkait melindungi para pelaku pertunjukan (musisi, penyanyi) dan produser fonogram (produser rekaman) atas hasil rekaman baru mereka."Yang patut kami lindungi adalah rekaman baru. Tapi haknya hanya terdapat pada hak terkait. Jadi hanya kepada musisi dan produsernya, sekaligus hak moral yang harus tetap mencantumkan nama W.R Supratman," tutup Yessy.Yessy berharap klarifikasi ini memberikan pemahaman utuh kepada masyarakat dan para pelaku industri kreatif, sekaligus mencegah potensi kegaduhan."Kira-kira itu yang mau saya perbaiki, takutnya publik salah mengerti dan gaduh. Karena sekarang kita perjuangkan tata kelola dan musisi kita di Indonesia," tutupnya.