Kasus Beras Oplosan Seret PT Food Station, Pemprov DKI Tak Mau Berburuk Sangka

Wait 5 sec.

Ilustrasi beras (Antara-Yulius Satria Wijaya).JAKARTA - Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta buka suara soal kasus pengoplosan beras pada sejumlah merek yang beredar di pasaran. Kasus ini turut menyeret BUMD DKI PT Food Station Tjipinang Jaya.Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Hasudungan Sidabalok mengaku pihaknya tak mau berburuk sangka terhadap dugaan keterlibatan PT Food Station atas kasus pelanggaran mutu beras yang dijual."Diimbau kepada masyarakat agar tetap berhati-hati dalam membeli beras dan diharapkan agar menunggu hasil investigasi dari pihak yang berwajib terkait informasi yang beredar pada saat ini," kata Hasudungan kepada wartawan, Senin, 14 Juli.Terkait indikasi pelanggaran kualitas beras di ritel modern, PT Food Station juga telah memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk memberikan keterangan dengan kemungkinan pemanggilan berikutnya setelah hasil analisis pemeriksaan terhadap sampel oleh Satgas Pangan selesai dilakukan.Selain itu, Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah Provinsi DKI Jakarta saat ini sedang melakukan pengujian mutu 50 sampel beras dari Badan Pangan Nasional (Bapanas).Sejauh ini, Hasudungan mengklaim Pemprov DKI menggunakan beras merk Setra Pulen dan Setra Ramos yang diproduksi PT Food Station Tjipinang Jaya untuk menjalankan program pangan murah atau bersubsidi beras dengan kelas mutu premium."Terhadap kedua merk tersebut, Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta secara periodik, sedikitnya 3 kali dalam setahun, melakukan pengambilan sampel beras di gudang FS dan melakukan pengujian di laboratorium terakreditasi untuk memastikan kesesuaian mutunya," jelas dia.Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan pihaknya menemukan 212 produsen beras nakal yang tidak memenuhi standar mutu, kualitas, dan volume.Dari laporan yang diterima pada 10 Juli lalu, kata Amran, proses pemeriksaan terhadap para produsen sudah dimulai aparat kepolisian, dan Kementerian Pertanian (Kementan) terus memantau perkembangan agar penyimpangan ini tidak berulang di masa mendatang.  Ia mengatakan modus pelanggaran yang ditemukan mencakup ketidaksesuaian berat kemasan, di mana tertulis 5 kilogram (kg) namun hanya berisi 4,5 kg, serta pemalsuan kategori kualitas beras premium dan medium.Kerugian masyarakat akibat praktik kecurangan itu ditaksir mencapai Rp99,35 triliun setiap tahun, yang jika dibiarkan bisa mencapai Rp500 triliun hingga Rp1.000 triliun dalam lima hingga sepuluh tahun."Ada yang 86 persen mengatakan ini premium padahal beras biasa. Kemudian mengatakan medium padahal beras biasa. Artinya apa? 1 kilo bisa selisih Rp2.000 sampai Rp3.000 per kilogram. Kita mencontohkan emas, tertulis emas 24 karat, tetapi sesungguhnya itu 18 karat," ujar dia.Satgas Pangan Polri kini tengah menindaklanjuti laporan Kementerian Pertanian terkait laporan pengoplosan beras tersebut. Polri memeriksa empat produsen yakni Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) sebagai langkah penyelidikan.