Pemerintah Juga Punya Salah dalam Kasus Beras Oplosan

Wait 5 sec.

Petugas Kepolisian melakukan penggerebekan gudang beras oplosan di Pasar Induk Cipinang, Jakarta. (ANTARA/HO)JAKARTA - Publik lagi-lagi dibuat geger dengan temuan beras oplosan. Bahwa 80 persen beras premium yang beredar di pasaran diduga dioplos dengan varietas berkualitas rendah.Kabar soal beras oplosan ini menjadi sorotan masyarakat setidaknya dalam sepekan ke belakang, setelah pemerintah mengumumkan 212 merek beras medium dan premium diduga oplosan.Beras hasil oplosan tersebut dipasarkan di Bogor, Tangerang, Serang, dan Kota Cilegon.Pengamat pertanian menyebut beras oplosan yang beredar di masyarakat adalah sebuah kejahatan berjamaan, sedangkat ekonom Bhima Yudhistira mendesak pemerintah segera melakukan pembenahan sektor perberasan dari hulu. Kerugian Hampir Rp100 Triliun/TahunKementerian Pertanian (Kementan) juga melakukan uji kualitas terhadap 268 sampel beras di 10 provinsi produsen beras terbesar di Indonesia pada 6 hingga 23 Juni 2025. Dari total sampel tersebut ditemukan 212 merek yang tidak sesuai dengan mutu, harga, serta volume.Uji kualitas tersebut secara rinci mendapati bahwa 85,56 persen beras premium tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.Kemudian, 59,78 persen beras premium tersebut juga tercatat melebihi harga eceran tertinggi (HET), dan 78,14 persen tidak sesuai berat kemasan. Sekitar 21,66 persen memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.Bulog masifkan penyaluran beras SPHP dengan pengawasan terpadu. (ANTARA/HO-Humas Bulog)Kementan juga menemukan 88,24 persen beras medium tidak memenuhi standar mutu SNI. Sekitar 95,12 persen beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET.Kementan mencatat 9,38 persen memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, temuan soal beras oplosan oleh timnya ini bermula dari adanya anomali harga beras sekitar satu atau dua bulan lalu, ketika harga di tingkat petani dan penggilingan turun, namun justru harga di tingkat konsumen justru naik.Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya memperkirakan produksi beras naik 14 persen atau tiga juta ton lebih.“Ada surplus tiga juta ton lebih dari kebutuhan, tetapi harga naik. Sehingga kami mencoba mengecek di seluruh Indonesia, ada 10 provinsi penghasil beras terbesar,” kata Andi Amran dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Rabu (16/7/20264).Akibat praktik curang beras oplosan ini, kata Amran, kerugian masyarakat akibat perbedaan mutu dan harga yang tidak sesuai label mencapai Rp99,35 triliun per tahun. Jika dihitung dalam kurun waktu 10 tahun, maka kerugiannya mencapai hampir Rp1.000 triliun.Ketimpangan Harga Gabah dan HETMenanggapi riuh beras oplosan yang beredar di masarakat, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, ini sebenarnya bukan praktik yang baru, terutama ketika harga beras kembali naik. Bhima menilai ini adalah siasat para pelaku usaha supaya tetap meraih margin keuntungan tinggi tanpa harus melanggar HET."Pengoplos beras margin-nya ingin tetap tinggi dan patuh HET tapi harga gabahnya kan sudah naik," ujar Bhima saat dihubungi VOI.Kebijakan pemerintah yang membeli gabah seharga Rp6.500 per kilogram tanpa memperhatikan kualitas menurut Bhima menjadi salah satu pemicu terjadinya praktik pengoplosan beras. Kondisi ini mendorong pelaku usaha mencampur beras medium dengan kualitas lain demi mengejar volume."Selain faktor pengawasan, ada juga pemicu dari program pembelian gabah pemerintah Rp 6.500 per kg tanpa memperhatikan kualitas. Akhirnya beras mediumnya dicampur dengan beras kualitas lain,” sambung Bhima.Petugas Bulog melakukan pengepakan beras bantuan pangan di gudang Bulog Indramayu, Jawa Barat, Selasa (15/7/2025). (ANTARA/Dedhez Anggara/tom)Ihwal kenaikan harga gabah ini juga disinggung Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori.Sejak urusan beras ditangani Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada 2023, memang terjadi ketimpangan hara pembelian pemerintah (HPP) terhadap gabah kering panen (GKP) dengan HET beras. Bapanas, kata Khudori, menaikkan HPP GKP sebesar 47 persen, sedangkan HET beras medium hanya naik 30 persen dan HET beras premium hanya naik 16 persen."Ketika HPP GKP naik menjadi Rp6.500 per kg, HET-nya tidak disesuaikan, tidak ada kenaikan. Padahal, kita semua tahu gabah kering panen itu bahan baku beras. Kalau bahan bakunya naik, berasnya mestinya naik," jelas Khudori.Hal ini, kata Khudori, memaksa sebagian penggilingan padi tutup. Ia juga menduga sejumlah produsen beras mengakali produksi dengan mengoplos gara-gara ketimpangan HPP GKP terhadap HET.Kejahatan BerjemaahLebih lanjut, Khudori menilai kejahatan ini timbul karena sistem yang tidak tepat. Dia menyarankan pemerintah membenahi aturan soal HPP GKP dan HET beras."Ini bisa disebut jadi sebuah kejahatan berjemaah. Penting buat pemerintah untuk itu introspeksi diri. Seperti ada hal-hal yang salah, itu yang harus diperiksa oleh pemerintah," ujarnyaKonsumen tentu menjadi pihak yang sangat dirugikan. Apalagi mengingat beras adalah makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia.Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, 2 Juli 2025. (ANTARA/Shofi Ayudiana)Untuk itu, Bhima mendesak pemerintah tidak hanya tegas memberikan sanksi kepada pengoplos beras, tapi juga membenahi kebijakan di sektor hulu."Yang dirugikan jelas konsumen. Jadi, pemerintah harus tegas memang soal sanksi kepada pengoplos beras, mulai dari mencabut izin usaha sampai sanksi pidana. Tapi disisi lain, benahi juga akar masalah dari sisi kebijakan perberasan di hulu," pungkas Bhima.