Ilustrasi. Penderita kusta (ANTARA-Abdul Aziz)JAKARTA - Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes-KB) Kabupaten Sampang di Jawa Timur (Jatim) menemukan sebanyak 85 orang menderita penyakit kusta dan saat ini mereka mendapatkan penanganan khusus dari petugas medis setempat.Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes-KB Kabupaten Sampang Dwi Herlinda Lusi Harini mengatakan, temuan warga yang menderita kusta berdasarkan hasil pelacakan yang dilakukan tim medis sejak Januari hingga Juni 2025."Dari 85 kasus yang kami temukan ini, dua di antaranya merupakan anak-anak," katanya di Sampang, Jawa Timur, Sabtu 13 Juli, disitat Antara.Ia menjelaskan, temuan warga yang menderita kusta kali ini lebih sedikit dibanding tahun 2024 yang mencapai sebanyak 164 kasus, dan pada 2023 sebanyak 233 kasus.Menurut Herlina, temuan kasus baru ini menjadi indikator penting bahwa kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit kusta masih perlu ditingkatkan."Kami akan terus melakukan pencarian aktif terhadap penderita agar dapat segera ditangani. Target kami, 2029 Kabupaten Sampang bebas kusta," kata Herlina.Herlinda menuturkan, Kabupaten Sampang sempat mencatat penurunan prevalensi kusta yang cukup berarti, dari 4,81 per 10.000 penduduk pada tahun 2014, menjadi 1,83 pada 2021.Akan tetapi, tren tersebut berubah pada 2024, dengan prevalensi meningkat kembali ke angka 2,27 per 10.000 penduduk.Sejak tahun 2014, total kumulatif kasus kusta di Sampang mencapai 483 kasus. Meski secara agregat terjadi penurunan dari tahun ke tahun, angka penemuan kasus baru dalam kurun waktu yang singkat menegaskan masih adanya penyebaran aktif di masyarakat.Saat ini, sambung dia, berbagai upaya terus dilakukan sebagai upaya penanggulangan. Di antaranya melalui peningkatan sosialisasi, deteksi dini, serta pelibatan komunitas dalam mendukung pemulihan dan penghapusan stigma.Dinkes-KB Kabupaten Sampang juga mengajak semua pihak untuk ikut peduli agar kusta tidak lagi menjadi beban tersembunyi yang terlambat ditangani."Perjuangan untuk menekan angka penderita kusta tidaklah mudah. Terdapat beberapa tantangan utama yang masih dihadapi seperti, tingginya stigma sosial terhadap penderita kusta," katanya.Selain itu, kurangnya pemahaman baik dari masyarakat, keterlambatan diagnosis dan pengobatan, kurangnya aktivitas pelacakan kasus di lapangan, dan keterbatasan koordinasi lintas sektor dan alokasi anggaran juga menjadi kendala.Namun sambung Herlina, pihaknya tidak tinggal diam. Serangkaian kegiatan inovatif dan terobosan telah dilakukan, salah satunya melalui program "Desa Sahabat Kusta".Program ini dengan memberdayakan kader-kader kesehatan di tingkat desa tentang teknik dan pola penanganan kusta.Program lain yang juga telah dilakukan adalah PDKT dengan Kumis Pak Kades (Peduli Kesehatan Kulit dengan Komunikasi Perubahan Perilaku Masyarakat Desa).Menurut Herlina, PDKT dengan Kumis Pak Kades menjadi salah satu inovasi untuk mendekatkan layanan skrining kusta ke masyarakat desa.“Lewat 'PDKT', kami mengajak kepala desa, tokoh masyarakat, dan kader penyintas kusta agar warga lebih terbuka memeriksakan diri. Hasilnya, penemuan kasus kusta jadi lebih cepat,” katanya.