Kebiasaan Konsumsi Comfort Food saat Stres Bisa Picu Makan Berlebihan

Wait 5 sec.

Ilustrasi makan saat stres. Foto: ShutterstockSaat stres, banyak orang cenderung mencari pelarian lewat comfort food, yakni makanan yang memberi rasa nyaman secara emosional, seperti cokelat, mi instan, atau makanan cepat saji. Makanan ini memang bisa memberikan rasa nyaman sesaat di tengah hidup yang sedang kacau. Namun, kebiasaan mengonsumsi comfort food saat stres ternyata dapat mengganggu mekanisme otak untuk mencegah makan berlebihan.Temuan ini diungkapkan dalam studi yang dimuat di jurnal Neuron (2023). Mengutip Medical News Today, para peneliti menemukan bahwa stres yang dibarengi dengan konsumsi comfort food tinggi lemak, gula, dan kalori dapat menghambat kerja otak dalam mengenali rasa kenyang.Penelitian ini menggunakan objek tikus untuk menganalisis dampak comfort food tinggi lemak terhadap otak. Area otak yang terpengaruh disebut lateral habenula. Baik pada tikus maupun manusia, keduanya memiliki bagian otak ini.Dalam kondisi normal, lateral habenula akan memunculkan rasa tidak nyaman saat mengonsumsi makanan tinggi lemak, dan mematikan respons kenikmatan agar kita berhenti makan. Namun, penelitian ini menemukan bahwa pada tikus yang mengalami stres, bagian otak tersebut tidak aktif saat mereka mengonsumsi makanan tinggi lemak.Ilustrasi makanan cepat saji Foto: dok.shutterstockAkibatnya, tikus terus makan demi kesenangan, tanpa mengenali rasa kenyang. Para peneliti juga menganalisis lebih lanjut dan menemukan bahwa, tikus yang stres mengonsumsi dua kali lebih banyak pelet makanan manis bebas kalori, dibandingkan tikus yang tidak mengalami stres.Temuan ini menunjukkan bahwa saat stres, tikus tetap mencari makanan manis meskipun tidak mengandung kalori. Artinya, dorongan untuk makan manis bukan berasal dari kebutuhan energi atau rasa lapar secara fisik, melainkan dari reaksi emosional akibat stres.Para peneliti juga mengaktifkan kembali bagian lateral habenula pada tikus menggunakan cahaya optogenetik, yakni teknologi yang dapat mengontrol aktivitas saraf. Hasilnya, tikus-tikus tersebut mulai berhenti makan secara berlebihan.Lantaran bagian otak yang berfungsi memberi sinyal untuk berhenti makan tidak aktif saat stres, kebiasaan ini berisiko memicu kenaikan berat badan hingga obesitas bila terjadi terus-menerus. Terlebih, Dr. Lesley Rennis, yang tidak terlibat dalam studi ini menambahkan, comfort food umumnya tinggi kalori, gula, dan lemak yang tentu dapat berdampak negatif pada kesehatan."Comfort food adalah makanan yang rasanya enak dan membuat kita merasa nyaman. Biasanya, makanan ini padat kalori, kaya akan gula dan lemak, dan sering kali memiliki nilai nostalgia dan sentimental,” jelasnya.Ilustrasi perempuan konsumsi makanan manis. Foto: ShutterstockMeskipun begitu, Dr. Lesley juga mengatakan bahwa sesekali memilih comfort food saat sedang stres tidak apa-apa, tetapi kalau berlebihan justru baru menyebabkan masalah. “Tidak apa-apa sesekali, tetapi dapat menyebabkan masalah bila dilakukan secara berlebihan," terangnya.Sebagai alternatif, ada pilihan makanan lain yang bisa dikonsumsi saat stres. Alih-alih memilih comfort food yang umumnya tinggi lemak, gula, dan kalori, Dr. A. Janet Tomiyama, yang tidak terlibat dalam studi utama, menyarankan untuk menggantinya dengan buah. “Kami memiliki sebuah penelitian di mana kami melatih orang-orang untuk merasa lebih baik setelah makan buah,” ujarnya.Dalam studi yang dipublikasikan di Psychosomatic Medicine, Dr. Janet dan timnya pernah melakukan eksperimen untuk membuat buah berfungsi layaknya comfort food. Mereka melatih peserta untuk mengaitkan konsumsi buah dengan aktivitas yang terbukti mampu meredakan stres. Hasilnya, jika dilakukan secara konsisten, maka makan buah bisa memberikan efek menenangkan seperti comfort food pada umumnya.Jadi, daripada terus-menerus mengandalkan comfort food sebagai pelarian saat stres, mungkin ini saat yang tepat untuk mulai mempertimbangkan pilihan lain yang lebih sehat. Sesekali mengonsumsi comfort food pilihanmu mungkin tidak apa-apa, asal jangan sampai berlebihan, ya!Reporter Salsha Okta Fairuz