Program Guardiancares (VOI/Adel)JAKARTA - Anak-anak Indonesia adalah masa depan bangsa, namun bagaimana mereka dapat tumbuh sehat dan cerdas jika akses ke air bersih dan sanitasi dasar masih menjadi tantangan di banyak sekolah?Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2022, lebih dari 293 ribu sekolah di Indonesia belum memiliki akses memadai terhadap air minum, fasilitas sanitasi, dan kebersihan dasar.Ini berarti jutaan anak usia sekolah berisiko terpapar penyakit menular seperti diare, tipus, hingga infeksi saluran pernapasan. Padahal, solusi pencegahannya sangat sederhana, yakni mencuci tangan dengan sabun dan air bersih.Dalam menjawab tantangan ini, sektor swasta mulai menunjukkan peran penting. Salah satunya adalah Guardian, melalui program Guardiancares, yang sejak 2022 telah mendistribusikan lebih dari 50 ribu produk kebersihan ke berbagai sekolah di Indonesia. Tahun ini, Guardian melangkah lebih jauh dengan membangun sumur dan merenovasi fasilitas sanitasi di sekolah-sekolah yang tersebar di Banten, Yogyakarta, dan Jawa Timur.Ir. Dina Agoes Soelistijani, M.Kes, Kepala Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif ini.“Program seperti Guardiancares sejalan dengan upaya dan target pemerintah dalam mempercepat peningkatan akses sanitasi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan sekolah," ujar Dina, saat ditemui di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan pada Selasa, 15 Juli 2025."Kolaborasi seperti ini sangat dibutuhkan agar semakin banyak anak Indonesia yang bisa tumbuh menjadi generasi yang sehat, produktif, dan sadar akan pentingnya menjaga kebersihan sejak dini,” lanjutnya.Namun, Dina juga menekankan bahwa perubahan perilaku adalah proses jangka panjang yang membutuhkan konsistensi dan kolaborasi lintas sektor.“Kita bicara perubahan perilaku dan itu tidak sebentar. Tantangannya adalah bagaimana meyakinkan semua pihak bahwa perubahan ini bisa berhasil. Dibutuhkan waktu, tapi hasilnya akan nyata dalam lima tahun ke depan,” tambahnya.Dina juga menyoroti pentingnya melibatkan akademisi dan perguruan tinggi dalam proses pengukuran efektivitas program, sehingga praktik baik yang telah terbukti bisa direplikasi secara lebih luas.“Kami tidak ingin berhenti hanya di satu-dua sekolah. Kalau program sudah terbukti berhasil, kenapa tidak kita sebarkan ke mitra lain? Kita tidak perlu selalu menciptakan model baru, cukup menerapkan apa yang sudah berhasil dikembangkan oleh mitra,” jelas Dina.Penelitian dari Bank Dunia menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan sabun dapat mencegah hingga 40% kasus diare. Jika dipadukan dengan perilaku higienis lainnya, seperti tidak buang air sembarangan, membuang sampah pada tempatnya, dan mengelola air bersih dengan baik, angka pencegahannya bisa mencapai 80–90%.Kolaborasi seperti ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi juga soal menanam nilai-nilai hidup bersih dan sehat dalam keseharian anak-anak Indonesia. Ketika mereka belajar mencuci tangan, menjaga toilet bersih, dan memahami pentingnya air bersih, mereka sedang mempersiapkan masa depan yang lebih sehat, untuk diri mereka sendiri, keluarga, dan bangsa.Dengan keterlibatan aktif dari pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat, harapan untuk menjangkau sekolah-sekolah di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) pun semakin terbuka.“Kami percaya, perubahan besar bisa dimulai dari kebiasaan kecil. Dan ketika itu dilakukan bersama, tidak ada yang mustahil," tutup Dina.