DPR Dukung Pedagang Online Dipungut Pajak, tetapi Jangan Bebani Konsumen

Wait 5 sec.

Foto ilustrasi. (Dok. Pexels)JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim mendukung kebijakan pemerintah yang akan memungut pajak dari e-Commerce atau pedagang online. Namun, ia mengingatkan kebijakan ini jangan sampai membebani konsumen dan wajib pajak. “Kebijakan pemungutan pajak untuk pedagang online oleh pemerintah adalah langkah positif yang mesti didukung oleh banyak pihak, tapi jangan membebani konsumen dan mempersulit wajib pajak,” ujar Rivqy, Jumat, 18 Juli.Rivqy pun menyarankan agar mekanisme pajak yang dipungut melalui platform seperti Shopee, Tokopedia dan marketplace lainnya bisa dibuat dengan cara yang mudah, khususnya bagi wajib pajak yang hendak membayarkan pajaknya.Selain mudah, lanjut Rivqy, mekanisme yang dibuat juga harus dapat menjamin keamanan data pedagang online yang terkena wajib pajak.“Mekanisme ini yang perlu dirancang matang oleh platform marketplace dan pemerintah. Di antaranya dapat melibatkan Kementerian Keuangan dan Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi serta pedagang online sendiri,” tuturnya.Menurut anggota komisi urusan kawasan perdagangan itu, mekanisme pemungutan pajak oleh platform marketplace dapat dilakukan dengan mengambil referensi pemungutan pajak perdagangan online dari beberapa negara di luar negeri. Seperti, Australia, Korea Selatan, India dan Cina.“Ada juga Uni Eropa yang memberlakukan pemungutan pajak online ini untuk beberapa negara dengan mekanisme Mini One Stop Shop atau MOSS yang tujuannya memudahkan penarikan pajak dan tidak memperumit perusahaan dengan administratif pembayaran pajak,” ungkap Rivqy.Rivqy pun menggarisbawahi pernyataan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak DJP, Yon Arsal yang menyebut tujuan utama penarikan pajak dari pedagang online bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga meningkatkan kepatuhan pajak dan penyederhanaan administrasi perpajakan.Rivqy mengingatkan, jangan sampai kedua tujuan tersebut tidak tercapai dan justru menimbulkan masalah baru. Selain kedua tujuan tersebut, ia berharap, pemungutan pajak pedagang online juga juga dapat menegakkan keadilan dari transaksi. Baik offline atau pasar konvensional dan pasar online atau daring."Ini yang harus diperhatikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang,” tegasnya.Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merilis aturan baru penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak. Pemungutan pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang disahkan pada 14 Juli lalu.Adapun dua kriteria pedagang online yang dipungut pajak diatur melalui PMK Nomor 37 Tahun 2025. Pertama, menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau rekening keuangan sejenis serta bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon negara Indonesia.Kedua, pedagang online yang memperoleh peredaran bruto lebih dari Rp 500 juta per tahun dikenakan pajak penghasilan (PPH) sesuai Pasal 22 sebesar 0,5 persen. Sedangkan pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp 500 juta terbebas dari pungutan ini.Pengecualian juga berlaku untuk sejumlah transaksi lain, seperti layanan ekspedisi dan transportasi daring (ojek online atau ojol), penjual pulsa, hingga perdagangan emas.