Mars KKN UGM: Semangat Pembangunan Desa dari Kampus Ndeso

Wait 5 sec.

Frasa "pembangunan desa" pada lembar notasi musik Mars KKN UGM berjudul "Baktiku" ciptaan Antonius Wibowo. Foto: Pandangan Jogja/IqbaltwqAda satu frasa yang diulang dua kali dalam Mars Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Gadjah Mada (UGM). Frasa itu adalah “pembangunan desa”. Penyebutan berganda ini bukan tanpa alasan, sebab ia menyimbolkan visi paling pokok dari program pengabdian mahasiswa: bukan di pusat kekuasaan, melainkan ke akarnya di desa-desa.Sejak awal, program KKN memang bertujuan untuk membangun desa. Seperti namanya, implementasinya nyata: mengirimkan ribuan mahasiswa ke berbagai daerah, termasuk wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta rawan bencana di Indonesia. Tujuannya pun jelas, yakni untuk melihat potensi, menggali permasalahan, dan mencari solusi yang sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat desa.Tahun 2025, UGM melepas 8.038 mahasiswanya yang terbagi ke dalam 287 unit untuk mengabdi di 35 provinsi, 122 kabupaten/kota, dan 236 kecamatan melalui program KKN. Jumlah ini menjadi yang terbanyak sepanjang sejarah pelaksanaan KKN UGM.Momen sakral pelepasan mahasiswa KKN UGM selalu diiringi lantunan mars berjudul “Baktiku” gubahan Antonius Wibowo, mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM angkatan 1981. Menurut Arie, lagu ini menjadi penanda semangat bersama mahasiswa UGM untuk hadir, bekerja, dan belajar bersama rakyat di desa.Antonius Wibowo, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1981 pencipta Mars KKN UGM "Baktiku". Foto: Pandangan Jogja/IqbaltwqSemangat pembangunan desa dalam Mars KKN UGM sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada poin ketiga yakni pengabdian pada masyarakat. Pembangunan yang dimaksud tak hanya dalam bentuk fisik seperti plang penunjuk jalan atau fasilitas sanitasi. Lebih dari itu, mahasiswa KKN juga menerapkan ilmu dari kampus untuk membangun desa dari segi sumber daya manusia (SDM).“(Pembangunan) manusianya adalah dengan misalnya kita melakukan satu penyuluhan, pendidikan untuk meningkatkan SDM-nya yang tidak ada di sana,” ujar Wibowo saat dihubungi Pandangan Jogja pada pertengahan Juli.Lantaran rajin mengirim mahasiswanya ke desa-desa, UGM mendapatkan julukan “Kampus Ndeso”. Bagi Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM, Arie Sujito, julukan ini bukan hinaan, melainkan justru kehormatan.“Makanya kan terus digelarin itu Kampus Ndeso karena kita dari waktu kuliah saja sudah dibiasakan hidup dengan orang desa, untuk membangun desa [...] juga KKN yang selalu dihadirkan sebagai sebuah program di mana masyarakat pergi ke desa-desa untuk membantu mereka,” kata Arie.Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM, Arie Sujito. Foto: Dok. UGMMenurut Arie, Mars KKN UGM menjadi salah satu bagian dari upaya membangun energi kebersamaan dan semangat pengabdian ke desa-desa. Demikian lekatnya ciri khas UGM dalam lagu ini, sampai tokoh senior KKN UGM, Gatot Murdjito, menolak permintaan untuk menjadikannya sebagai Mars KKN nasional.“Bahwa tidak sekadar menyanyi, tapi kekuatan untuk menggerakkan energi bahwa (mahasiswa) mencintai bangsa Indonesia. Dalam perspektif yang lebih makro, ketika menyanyi itu adalah bagian dari menggugah spirit dan kepekaan mereka. [...] lirik yang ada itu kan punya spirit juga mencintai almamater dan UGM ini untuk bangsa, UGM untuk rakyat. Dan itu adalah bagian bagian dari bukti nyata,” ungkap Arie.“Mars KKN ini juga bagian dari upaya kita untuk membangun energi kebersamaan, semangat mereka mengabdi di desa-desa, di mana masyarakat membutuhkan itu,” pungkasnya.