Bukan Malas, Melamun Ternyata Bikin Otak Lebih Sehat

Wait 5 sec.

Ilustrasi perempuan tengah melamun. (Foto: Freepik/New Africa)JAKARTA - Selama ini, melamun sering dianggap sebagai tanda kurang fokus, malas, atau tidak produktif. Kita sering diminta untuk jangan melamun dan kembali fokus ke pekerjaan atau pelajaran. Tapi ternyata, studi ilmiah terbaru justru membuktikan sebaliknya. Ternyata, melamun punya manfaat penting untuk otak.Penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan di Howard Hughes Medical Institute (HHMI) berhasil mengungkapkan otak manusia tetap aktif dan bisa belajar saat kita tidak fokus pada tugas tertentu. Studi ini melibatkan 19 ekor tikus yang telah dibesarkan secara khusus, dan aktivitas otaknya direkam sebanyak 89 kali, hingga menghasilkan data dari 90 ribu sel otak (neuron).Menurut Lin Zhong, ilmuwan riset dan penulis utama studi tersebut, otak manusia secara alami memiliki kemampuan unsupervised learning, yaitu belajar tanpa harus diajarkan secara langsung.“Manusia pasti menggunakan unsupervised learning, sebuah kemampuan belajar kuat yang sudah dimiliki sejak lahir,” jelas Lin Zhong, dikutip dari laman IFLScience pada Sabtu, 19 Juli.Sebagai contoh, saat kita jalan-jalan di mal tanpa tujuan, hanya melihat-lihat toko, mungkin kita merasa sedang tidak berpikir apa-apa. Tapi nyatanya, otak tetap aktif mengamati lingkungan, menyerap informasi, dan membentuk ingatan tentang apa yang dilihat. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Marius Pachitariu, pemimpin tim studi tersebut.“Ketika Anda merasa tidak sedang melakukan apa-apa, otak mungkin tetap bekerja keras menyusun informasi tentang lingkungan sekitar, sehingga saat Anda butuh fokus nanti, Anda sudah siap," ujar Marius.Dalam studi ini, tikus-tikus ditempatkan di lingkungan realitas virtual yang menyerupai dunia nyata, lengkap dengan koridor-koridor bertekstur yang berbeda. Beberapa tekstur dikaitkan dengan hadiah dan lainnya tidak. Tujuannya adalah melihat bagaimana otak tikus belajar mengenali pola, meski tidak diberi instruksi langsung.Menariknya, tikus yang dibiarkan menjelajah tanpa pelatihan khusus justru lebih cepat memahami sistem hadiah dibanding tikus yang dilatih secara formal. Artinya, mereka belajar hanya dari eksplorasi bebas, dengan cara diam sambil jalan-jalan.“Kami mulai bertanya-tanya apakah tugasnya sendiri memang penting. Bisa jadi banyak pembelajaran dan perubahan otak terjadi hanya karena eksplorasi bebas terhadap lingkungan,” ujar Pachitariu.Penemuan ini mendukung apa yang banyak orang rasakan selama ini, yakni kita bisa belajar hanya dengan melihat, mendengar, dan mengalami sesuatu, tanpa perlu diajarkan langsung.“Kita sering belajar lebih banyak hanya dengan mengamati orang sekitar seperti keluarga dan teman, dibandingkan dari pengajaran langsung,” tambah Zhong.Studi ini memberi masukan penting bagi dunia pendidikan. Lingkungan belajar menjadi kunci, bukan hanya metode pengajaran. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan positif, penuh contoh baik, akan lebih mudah menyerap nilai-nilai tersebut, tanpa harus terus-menerus diberi tahu.“Saya akan lebih fokus pada lingkungan belajar siswa, karena dari situ data untuk belajar berasal. Misalnya, anak yang tumbuh di tengah panutan positif akan lebih mungkin jadi pribadi yang baik," ucap Zhong.Selain itu, hasil penelitian ini juga membuka peluang untuk mengembangkan kecerdasan buatan (AI) yang meniru cara otak manusia belajar secara alami.“Penelitian kami membuka jalan untuk memahami lebih dalam hubungan antara kecerdasan buatan dan kecerdasan biologis." kata Zhong.