Berangkat untuk mengobati: Bidan Ilen, berjalan melewati jembatan yang belum jadi saat akan mengobati warga di Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOMatahari belum keluar dari balik kabut saat Ajai Makmud datang dengan tangan berdarah ke rumah bidan. Jari kelingking kanannya terpotong oleh mesin pengolah sagu di rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh, Ajai diantar tetangga menggunakan motor ke dusun sebelah yang jaraknya sekitar 700 meter untuk mendapatkan penanganan medis.Menangani warga berobat: Warga berobat ke bidan Ilen di Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOBeruntung, Candra Kirana atau yang akrab disapa bidan Ilen sedang berada di rumahnya, di fasilitas pondok bersalin desa (polindes) yang sudah 10 tahun ditempatinya sebagai tempat praktek sekaligus rumah tinggal. Dengan sigap, Ilen membuka ruangan berobat dan menangani luka pasiennya di sana agar tidak infeksi dan pendarahan. Listrik belum menyala saat itu, langit masih gelap meskipun sudah menunjukan pukul 08.00 WIB. Hanya lampu darurat menerangi bidan Ilen bekerja.Minum obat: Seorang warga, Ajai Makmud meminum obat setelah ditangani bidan Ilen dengan bantuan lampu darurat, karena jari tangannya putus akibat terkena mesin pengolahan sagu di Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOAjai merupakan salah satu dari ratusan warga di Desa Matotonan, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, yang merasakan dampak baik dari pelayanan kesehatan di daerah terpencil.Desa Matotonan berjarak hanya sekitar 44,4 kilometer jauhnya dari pusat kecamatan di Muara Siberut dengan perkiraan waktu tempuh sekitar satu jam jika melewati jalur darat normal. Namun apa mau dikata, karena desa itu merupakan daerah pedalaman maka perjalanan ke sana tidak dapat ditempuh sesuai ekspektasi.Obat-obatan: Stok obat-obatan yang berada di Polindes Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTODari Muara Siberut, warga yang ingin kembali ke desa harus melewati jalur darat Trans Mentawai menggunakan motor atau mobil sekitar 1,5 jam. Kondisi jalan sekitar 5 kilometer rusak berat dengan jalan tanah yang bergelombang, sisanya jalan rabat beton dan kerikil. Sampai Desa Ugai, perjalanan kemudian dilanjutkan dengan pompong atau sampan panjang bermesin dompeng sekitar 2 jam menyusuri sungai Sarereiket. Durasi tempuh akan bertambah saat air sungai sungai dangkal, karena pompong akan sering kandas.Memeriksa kondisi warga: Bidan Ilen (tengah) berada di antara para Sikerei (dukun Mentawai) saat memeriksa kondisi warga di rumah di Dusun Matektek, Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOSesampainya di Matotonan, perjalanan ke dusun-dusun bisa dilalui dengan berjalan kaki atau menaiki motor. Tidak ada mobil di sana karena memang tidak ada akses yang bisa dilalui dari pusat kecamatan.Memeriksa Tensi Darah: Bidan Ilen memeriksa kondisi kesehatan seorang Sikerei (dukun Mentawai) yang sakit di rumah di Dusun Matektek, Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTODesa Matotonan terdiri dari lima dusun yaitu Dusun Kinikdog, Dusun Matektek, Dusun Maruibaga, Dusun Onga dan Dusun Mabekbek. Ajai datang dari Dusun Matektek ke Dusun Onga tempat bidan Ilen tinggal. Ia merupakan salah satu peserta BPJS Kesehatan, namun ia tidak membawa kartu saat datang ke sana. Kendati Ajai sudah menerima obat dan dibolehkan pulang, bidan Ilen akan mengingatkan agar kembali datang membawa kartu jaminan kesehatan itu untuk pendataan.Usai memeriksa: Bidan Ilen turun dari uma (rumah tradisional Mentawai) usai memeriksa kondisi kesehatan warga di Dusun Matektek, Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTODi Matotonan, terdapat Sikerei, dukun tradisional Mentawai yang juga mengobati orang sakit. Para Sikerei inilah yang pertamanya turun tangan berupaya mengobati warga, dan akan diserahkan ke medis jika tidak tertangani. Meskipun mereka adalah Sikerei, tapi mereka juga berobat ke bidan Ilen, sebab Sikerei juga butuh pelayanan kesehatan medis saat mereka sakit.Suasana Desa: Foto udara sungai Sarereiket melingkar di sepanjang Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOBidan Ilen adalah satu dari dua bidan yang ditempatkan di Dusun Onga, Desa Matotonan. Ia tidak hanya bertugas membantu ibu hamil melahirkan saja, tapi juga berobat dan layanan kesehatan lain. Sementara satu lagi, bidan Siska ditempatkan di Dusun Kinikdog dan baru pindah satu bulan dari Desa Madobag.Menaiki Perahu: Rombongan tenaga kesehatan yang membawa dokter dari Puskesmas Sarereiket di Desa Ugai, menggunakan sampan ke Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOKendati memiliki fasilitas kesehatan yang sangat minim, ditambah kondisi akses transportasi yang sulit, dua bidan di desa itu tetap berupaya memberikan pelayanan maksimal semampu mereka. Untuk pendaftaran pelayanan kesehatan bagi warga semuanya dilakukan secara manual tanpa menggunakan aplikasi, karena sulitnya jaringan komunikasi dan listrik yang terbatas.Membawa dokter dari Puskesmas: Rombongan tenaga kesehatan yang membawa dokter dari Puskesmas Sarereiket saat tiba di balai adat Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOWarga cukup membawa kartu BPJS kesehatannya untuk berobat, dan bidan akan menginput datanya secara manual dan melaporkan ke faskes induk di Puskesmas Sarereiket.Sinyal internet di desa itu hanya bisa diakses secara gratis di kantor desa, dan membeli voucher wifi berbayar di warung. Sementara listrik yang disediakan PLN bisa digunakan mulai sore hari hingga tengah malam. Pagi dan siang warga memanfaatkan listrik tenaga surya yang kapasitasnya tergantung cuaca.Memeriksa kondisi kesehatan: Dokter didampingi bidan memeriksa kondisi kesehatan warga di rumah di Dusun Matektek, Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOTidak hanya fasilitas kesehatan, transportasi, komunikasi, dan listrik saja yang menjadi kendala, dua bidan ini juga harus meyakinkan warga untuk berobat ketika baru sakit, jangan saat sudah parah baru diberitahu. Bidan Ilen juga harus mengunjungi ke rumah-rumah warga yang sakit, karena mereka malas datang ke Polindes akibat jarak yang jauh.Memeriksa kondisi kesehatan warga: Bidan Ilen memeriksa kondisi kesehatan warga di rumah di Dusun Matektek, Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOPuskesmas Sarereiket akan segera menambah dua perawat untuk ditempatkan di Desa Matotonan mendampingi Bidan Ilen dan Bidan Siska. Selain itu, Puskesmas menjadwalkan satu bulan sekali mengirimkan tim dengan dokter untuk memeriksa kesehatan dan imunisasi anak-anak. Jika ada yang patut dirujuk ke puskesmas, tim akan menyiapkan transportasinya hingga ke tempat rujukan.Menunjukkan kartu BPJS: Dua warga menunjukan kartu BPJS Kesehatan sebelum berobat di Polindes Desa Matotonan, Siberut Selatan, Mentawai, Sumatera Barat. Foto: Iggoy el Fitra/ANTARA FOTOBerdasarkan catatan Kantor Desa Matotonan, penduduk desa itu berjumlah sekitar 327 orang dan semuanya terdaftar sebagai anggota BPJS kesehatan. Sementara itu, data BPJS Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, capaian peserta jaminan kesehatan di daerah itu sebanyak 98,95 persen dari total 96.570 jiwa. Bagi yang tidak mampu, warga bisa mendapatkan bantuan subsidi untuk BPJS kesehatan dari Pemerintah Provinsi Sumbar dengan kuota 11 ribu orang, dan Pemkab Mentawai dengan kuota sebanyak 7.157 orang.